Minggu, 19 April 2009

ABD'ULLAHBIN MAS'UD

ABD'ULLAHBIN MAS'UD


( Yang Pertamakali mengumandangkan Al-Quran dengan suara merdu )

Sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke rumah Arqam, Abdullah bin Mas'ud telah beriman kepadanya dan merupakan orang keenam yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dengan demikian ia termasuk golongan yang mula pertama masuk Islam
Pertemuannya yang mula-mula dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu diceritakannya sebagai berikut:
"Ketika itu saya masih remaja, menggembalakan kambing kepunyaan Uqbah bin Mu'aith. Tiba-tiba datang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersama Abu Bahar radhiyallahu 'anhu, dan bertanya: "Hai nak, apakah kamu punya susu untuk minuman kami': "Aku orang kepercayaan" ujarku': "dan tak dapat memberi anda berdua minuman ...!"
maka sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Apakah kamu punya kambing betina mandul, yang belum dikawini oleh salah seekor jantan"? ada : ujarku. Lalu saya bawa ia kepada mereka. Kambing itu diihat kahinya oleh Nabi lalu disapu susunya sambil memohon kepada Allah. Tiba-tiba susu itu berair banyak .... Kemudian Abu Bahar mengambikan sebuah batu cembung yang digunakan Nabi untuk menampung perahan susu. Lalu Abu Bakar pun minum lah, dan saya pun tidak ketinggalan .... Setelah itu Nabi menitahhan kepada susu: "Kempislah!': maka susu tu menjadi kempis....
Setelah peristiwa itu saya datang menjumpai Nabi, katahu: "Ajarkanlah kepadaku kata-kata tersebutl"
Ujar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar!''
Alangkah heran dan ta'jubnya Ibnu Mas'ud ketika menyaksikan seorang hamba Allah yang shalih dan utusan-Nya yang dipercaya memohon kepada Tuhannya sambil menyapu susu hewan yang belum pernah berair selama ini, tiba-tiba mengeluarkan kurnia dan rizqi dari Allah berupa air susu murni yang enak buat diminum ...!
Pada sa'at itu belum disadarinya bahwa peristiwa yang disaksikannya itu hanyalah merupakan mu'jizat paling enteng dan tidak begitu berarti, dan bahwa tidak berapa lama iagi dari Rasululla~i yang mulia ini akan disaksikannya mu'jizat yang akan menggoncangkan dunia dan memenuhinya dengan petunjuk serta cahaya ....
Bahkan pada saat itu juga belum diketahuinya, bahwa dirinya sendiri yang ketika itu masih seorang remaja yang lemah lagi miskin, yang menerima upah sebagai penggembala kambing milik 'Uqbah bin Mu'aith, akan muncul sebagai salah satu dari mu'jizat ini, yang setelah ditempa oleh Islam menjadi seorang beriman, akan mengalahkan kesombongan orang-orang Quraisy dan menaklukkan kesewenangan para pemukanya....
Maka ia, yang selama ini tidak berani lewat di hadapan salah seorang pembesar Quraisy kecuali dengan menjingkatkan kaki dan menundukkan kepala, di kemudian hari setelah masuk Islam, ia tampil di depan majlis para bangsawan di sisi Ka'bah, sementara semua pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lain berdiri di hadapan mereka dan mengumandangkan suaranya yang merdu dan membangkitkan minat, berisikan wahyu Iiahi al-Quranul Karim:
Bismillahirrahmanirrahim ....
Allah Yang Maha Rahman ....
Yang telah mengajarkan al-Quran ....
Menciptakan insan ....
Dan menyampaikan padanya penjelasan ....
Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan ....
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama sujud kepada Tuhan....
Lain dilanjutkannya bacaannya, sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak percaya akan pandangan mata dan pendengaran telinga mereka .... dan tak tergambar dalam fikiran mereka bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan mereka ..., tidak lebih dari seorang upahan di antara mereka, dan penggembala kambing dari salah seorang bangsawan Quraisy .... yaitu Abdullah bin h/las'ud, seorang miskin yang hina dina .... !
Marilah kita dengar keterangan dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat menarik dan mena'jubkan itu! Orang itu tiada lain dari Zubair radhiyallah 'anhu katanya:
"Yang mula-mula menderas al-quran di Mekah setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ialah Abdullah bin Masitd radhiyallah 'anhu . Pada suatu hari para shahabat Rasulullah berkumpul, kata mereka:
"Demi Allah orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikit pun al-quran ini dibaca dengan suara keras di hadapan mereka....
Nah, siapa di antara kita yang bersedia memperdengarkannya kepada mereka ...."
Maha kata Ibnu Mas'ud: "Saya ".
Kata mereka: "Kami Khawatir akan keselamatan dirimu!
Yang kami inginkan ialah seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankannya dari orang-orangg itu jika mereka bermaksud jahat ....':
"Biarkanlah saya!" kata Ibnu Mas'ud pula, "Allah pasti membela Maka datanglah Ibnu Mas'ud kepada kaum Quraisy di waktu dluha, yakni ketika mereka sedang berada di balai pertemuannya....
la berdiri di panggung lalu membaca: Bismillahirrahmaanirrahim, dan dengan mengerashan suaranya: Arrahman Allamal Quran ....
Lalu sambil menghadap kepada mereka diteruskanlah bacaannya. Mereka memperhatikannya sambil bertanya sesamanya:
"Apa yang dibaca oleh anak si Ummu 'Abdin itu ... .
Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad"
Mereka bangkit mendatangi dan memukulinya, sedang Ibnu Mas'ud meneruskan bacaannya sampai batas yang dihehendaki Allah .Setelah itu dengan muka dan tubuh yang babak-belur ia kembali hepada para shahabat. Kata mereka:
"Inilah yang kami khawatirkan terhadap dirimu ....!"
Ujar Ibnu Mas'ud "Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagimu dari menghadapi musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat hal yang sama esok hari "
Ujar mereha: "Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!"
Benar, pada saat Ibnu Mas'ud tercengang melihat susu kambing tiba-tiba berair sebelum waktunya, belum menyadari bahwa ia bersama kawan-kawan senasib dari golongan miskin tidak berpunya, akan menjadi salah satu mu'jizat besar dari Rasulullah, yakni ketika mereka bangkit memanggul panji-panji Allah dan menguasai dengannya cahaya slang dan sinar matahari. Tidak diketahuinya bahwa saat itu telah dekat .... Kiranya secepat itu hari datang dan lonceng waktu telah berdentang, anak remaja buruh miskin dan terlunta-lunta serta-merta menjadi suatu mu'jizat di antara berbagai mu'jizat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam....!
Dalam kesibukan dan berpacuan hidup, tiadalah ia akan menjadi tumpuan mata ....
Bahkan di daerah yang jauh dari kesibukan pun juga tidak ... .! Tak ada tempat baginya di kalangan hartawan, begitu pun di dalam lingkungan ksatria yang gagah perkasa, atau dalam deretan orang-orang yang berpengaruh.
Dalam soal harta, ia tak punya apa-apa, tentang perawakan ia kecil dan kurus, apalagi dalam seal pengaruh, maka derajatnya jauh di bawah ....Tapi sebagai ganti dari kemiskinannya itu, Islam telah memberinya bagian yang melimpah dan perolehan yang cukup dari pebendaharaan Kisra dan simpanan Kaisar. Dan sebagai imbalan dari tubuh yang kurus dan jasmani yang lemah, dianugerahi-Nya kemauan baja yang dapat menundukkan para adikara dan ikut mengambil bagian dalam merubah jalan sejarah. Dan untuk mengimbangi nasibnya yang tersia terlunta-lunta, Islam telah melimpahinya ilmu pengetahuan, kemuliaan serta ketetapan, yang menampilkannya sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah kemanusiaan ....
Sungguh, tidak meleset kiranya pandangan jauh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau mengatakan kepadanya: "Kamu akan menjadi seorang pemuda terpelajar". Ia telah diberi pelajaran oleh Tuhannya hingga menjadi faqih atau ahli hukum ummat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , dan tulang punggung para huffadh al-Quranul Karim .
Mengenai dirinya ia pernah mengatakan:
"Saya telah menampung 70 surat alquran yang kudengar langsung dari RasululIah Shallallahu 'alaihi wa sallam tiada seorang pun yang menyaingimu dalam hal ini...."
Dan rupanya Allah swt. memberinya anugerah atas keberaniannya mempertaruhkan nyawa dalam mengumandangkan alQuran secara terang-terangan dan- menyebarluaskannya di segenap pelosok kota Mekah di saat siksaan dan penindasan merajalela, maka dianugerahi-Nya bakatistimewadalammembawakanbacaanal-Qurandankemampuanluaubiasadalam memahamiartidanmaksudnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telahmemberiwashiatkepadaparashahabat agarmengambilIbnuMas'udsebagaiteladan,sabdanya:
"Berpegang-teguhlahkepadailmuyangdiberihanoleh IbnuUmmi'Abdin....!"
Diwashiatkannyapulaagarmencontohbacaannya,dan mempelajaricaramembacaal-Qurandaripadanya. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Barangsiapa yang ingin hendak mendengar al-quran tepat seperti diturunhan, hendaklah ia mendengarhannya dari Ibnu Ummi ilbdin ...!
Barangsiapa yang ingin hendak membaca al-quran tepat seperti diturunkan, hendaklah ia membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi ;Ibdin ...!"
Sungguh, telah lama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallammenyenangi bacaan al-Quran dari mulut Ibnu Mas'ud .... Pada suatu hari ia memanggilnya sabdanya:
"Bacakanlah kepadaku, hai Abdullah!"
"Haruskah aku membacakannya pada anda, wahai Rasulullah..?"
Jawab Rasulullah: "Saya ingin mendengarnya dari mulut orangiain"
Maka Ibnu Mas'ud pun membacanya dimulai dari surat an-Nisa hingga sampai pada firman Allah Ta'ala:
Maka betapa jadinya bila Kami jadikan dari setiap ummat itu seorang saksi, sedangkan kamu Kami jadikan sebagai saksi bagi mereka ... .!
Ketika orang-orang kafir yang mendurhakai Rasul sama berharap kiranya mereka disamaratakan dengan bumi ... .! dan mereka tidah dapat merahasiahan pembicaraan dengan Allah ....!" (QS 4 an-Nisa: 41--42)
MakaRasulullah shallallahu 'alaihi wasallam takdapatmanahantangisnya,airmatanya melelehdandengantangannyadiisyaratkankepadaIbnu Mas'udyangmaksudnya:"Cukup...,cukuplahsudah,hai lbnuMas'ud...!"
SuatuketikapernahpulaIbnuMas'udmenyebut-nyebut karuniaAllahkepadanya,katanya:
'"Tidahsuatupundarial-quranituyangditurunkan, kecuali akumengetahui mengenaiperistiwaapa diturunkannya.
DantidahseorangpunyanglebihmengetahuitentangKitab Allahdaripadaku.Dansehiranyaaku tahuadaseseorangyang dapatdicapaidenganberkendaraanuntadanialebihtahu tentangKitabullahdaripadaku,pastilahakuahanmenemui nya.Tetapiakubukanlahyangterbaihdiantaramu!"
KeistimewaanIbnuMas'udinitelahdiakuiolehparashahab at.AmirulMu'mininUmarberkatamengenaidirinya:
"Sungguhilmunyatentangfiqihberlimpah-Iimpah':
DanberkataAbuMusaai-Asy'ari:
"Jangantanyakankepada kamisesuatumasalah,selama kiyaiiniberadadiantaratuan-tuan.'"
Danbukanhanyakeunggulannyadalamal-Qurandanilmu fiqihsajayangpatutberolehpujian,tetapijugakeunggul annya dalamkeshalihandanketaqwaan.
BerkataHudzaifahtentangdirinya:
"Tidahseorangpunsayalihatyanglebihmirip kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam baikdalamcarahidup,perilakudan ketenanganjiwanya,daripadaIbnuMas'ud....
Danorang-orangyangdikenaldarishahabat-shahabatRasulullahsamamengetahuibahwaputeradariUmm i'Abdin adalahyangpalingdekat kepadaAllah ....!"

Abdullah Ibnu Ummi Maktum radhiallâhu 'anhu

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfa'at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Rabb itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya." ('Abasa 1-2)
Menurut beberapa orang Ahli tafsir, 7 ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum.

Abdullah Ibnu Ummi Maktum radhiallâhu 'anhu
Siapakah dia dan darimana asal-usulnya? Apakah ia mempunyai kedudukan sosial dalam kabilah Arab atau tengah-tengah kaum Quraisy? Apakah ia tergolong salah seorang penyair tenar yan suaranya berkumandang di Suuq 'Ukazh, mendeklamasikan kepahlawanan dan keutamaan suatu kabilah, lalu suaranya itu terdengar ke sana kemari, menjadi pembicaraan orang ramai? Atau, barangkali ia seorang ahli perang yang berani dan pahlawan yang tak terkalahkan di medan laga, yang dijagokan para penyair dalam syairnya? Atau, ia termasuk salah seorang tokoh yang berpikiran cerdik dan jenius, suara dan caranya diterima serta dihargai para tokoh Arab dan penguasanya?
Ibnu Ummi Maktum radhiallaahu 'anhu bukanlah salah seorang dari mereka, bahkan namanya pun belum pernah dikenal orang sebelum Islam. Apalagi orang akan mengindahkan suaranya. Ia seorang awam di kota Mekah, hidup untuk diri dan bersama dirinya. Suaranya tidak pernah didengar orang dan rupanya tidak pernah dikenal orang.
Malah, namanya pun ada yang memperselisihkan. Penduduk kota Madinah berpendapat bahwa namanya adalah Abdullah Ibnu Ummi Maktum, tetapi orang Iraq berpendapat bahwa namanya adalah 'Amru bin Ummi Maktum. Walaupun demikian, mereka semua sepakat bahwa nama ibunya adalah Atikah binti Abdullah bin Ma'ish. Dia adalah putera dari bibi Khadijah binti Khuwalid.
Matanya buta sejak kecil, penduduk kota Mekah mengenalnya sebagai seorang yang rajin mencari rezeki dan belajar ilmu pengetahuan. Meskipun ia seorang tunanetra , namun semangatnya bergelora untuk belajar dan mengetahui segala yang didengarnya. Ia menggunakan pendengarannya sebagai pengganti matanya, apa yang didengarnya tidak dilupakan lagi sehingga ia mampu mengutarakan kembali apa yang pernah didengarnya dengan baik sekali.
Dia mendengar orang-orang mustadh'afin dan budak-budak (hamba sahaya) di kota Mekah bersembunyi-sembunyi pergi ke Darul Arqam untuk mendengarkan berita-berita dari langit yang dibawakan Muhammad al-Amin. Ia merasa bahwa di Mekah terjadi pergolakan yang lain dari biasanya. Perang urat saraf mulai tampak di permukaan ; wahyu yang disampaikan kepada Muhammad al-Amin itu menganjurkan persamaan dan persaudaraan antar sesama umat manusia. Kaum Mustadh'afin dan para hamba sahaya tertarik akan semua seruan itu, sedangkan tohok-tokoh Quraisy berusaha keras mempertahankan system kehidupan Jahiliah, tanpa mengindahkan perkembangan zaman dan tuntutan hati nurani masyarakat umum.
Ibnu Ummi Maktum memutuskan untuk pergi sendiri ke majelis Ibnul Arqam untuk mendengarkan dan meyakini berita yang sedang ramai diperbincangkan orang itu. Ia mengambil tongkatnya dan mengayunkan langkahnya menuju kesana. Ternyata apa yang didengarnya lebih hebat dari apa yang diberitakan orang; rasanya suara yang didengarnya berhasil membuka pintu hatinya dan menimbulkan rasa ketenangan serta kedamaian dalam kalbunya. Kini, ia tidak takut dan gentar terhadap seluruh kekuatan bumi, sesudah ia mendengarkan kalamullah yang diwahyukan kepada Muhammad al-Amin dengan perantaraan Malaikat Jibril, untuk mengukuhkan tauhid kepada Allah al-Khaliq, untuk mempersamakan antar umat manusia, untuk menegakkan keadilan antar berbagai lapisan masyarakat, dan untuk mengumandangkan rasa persaudaraan serta kedamaian ke seluruh pelosok dunia yang sedang dilanda kezaliman dan kesesatan.
Ibnu Ummi Maktum mengulurkan tangannya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyatakan ke-Islamannya, keluar dari lingkungan Jahiliah, dan masuk kedalam barisan kaum beriman, menyatakan janji kepada Allah Ta'ala dan kepada Rasul-Nya untuk mengorbankan segala-segala, termasuk nyawanya demi tegaknya agama Islam. Semangatnya untuk mengetahui agama itu lebih banyak dan mendalam, tidak tertahankan lagi; di saat ada kesempatan bertanya, ia mengajukan pertanyaan tentang berbagai persoalan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Apa yang didengarnya dicerna dan diresapi dengan sebaik-baiknya.
Kaum Quraisy tidak mampu menumpas dakwah langit itu. Akhirnya, mereka mengubah taktik dengan memperlambat gerak dan mempersempit penyebarannya dengan mengejar-ngejar dan memaksa para pengikutnya yang tidak berdaya dan tidak bersenajta. Akhirnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Memberikan izin kepada para pengikutnya pergi berhijrah dengan membawaserta agamanya. Di antara para Muhajirin itu terdapat Ibnu Ummi Maktum. Para sejarawan muslim berbeda pendapat tentang sejarah hijrahnya itu. Ada yang menetapkan bahwa ia hijrah sesudah perang Badar dan tinggal di Darul Qurra'. Ada pula yang mengatakan bahwa ia hijrah sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, sebelum perang Badar. Saya lebih condong menerima riwayat yang terakhir ini, seperti yang diutarakan Abu Ishaq dari al-Barra' bin Azib, 'Pada waktu itu, orang yang pertama hijrah ke negeri kami ialah Mush'ab bin Umair dari bani Abdid-Dar bin Qushai. Kami tanyakan kepadanya , 'Apa kabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ?' Ia menjawab , 'Beliau baik-baik saja di Mekah, sedang para sahabat-nya akan segera menyusulku.' Sesudah itu datang Abdullah Ibnu Ummi Maktum yang tunanetra itu. Kami tanyakan pula kepadanya, 'Apa kabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam .?' Ia menjawab 'Mereka segera akan menyusulku.'"
Ia mulai melakukan tugasnya yang sejak lama sudah dipersiapkannya dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu mengajarkan dasar-dasar agama Islam, mengajar penduduk kota Madinah menghafal ayat-ayat al-Qur'anul-Karim, dan menyiapkan hati serta jiwa masyarakat menyambut kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam . Tak lama setelah itu, sampailah berita bahwa Rasulullah akan segera datang di Madinah. Ibnu Ummi Maktum bersama para penyambut lainnya berderet-deret di tepi jalan menyambut kedatangan kekasih Allah yang sudah lama tidak terdengar suara dan pelajarannya.
Menurut sebagian perawi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tinggal di rumah Bani an-Najjar. Beliau lalu membangun masjidnya untuk dijadikan sekolah terbesar bagi generasi yang pernah dikenal umat manusia, yang mengemban petunjuk dan Kitab Allah. Ibnu Ummi Maktum senantiasa menyertai kegiatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Ia ikut aktif dalam pembangunan masjidnya, tidak pernah absen dalam mengikuti pelajaran yang diberikannya, selalu shalat jama'ah di belakang beliau, dan hampir tidak ada ayat yang turun di Madinah yang tidak diketahuinya. Malah, ia puaskan telinganya dalam mendengarkan semua sabda Rasulullah dan pengarahan langit yang dikirimkan Allah Ta'ala kepada hamba-Nya, untuk memancarkan persamaan, kedamaian, dan keadilan di seluruh jagat raya ini.
Menurut Anas bin Malik radhiallaahu 'anhu, "Pada suatu hari, Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Disana ada Ibnu ummi Maktum; ia lalu bertanya , 'Sejak kapan kau tidak dapat melihat?'
'Sejak kanak-kanak.'
'Allah Ta'ala berfirman, 'Apabila Aku mengambil indra penglihatan hamba-Ku, tiada imbalan baginya selain surga."
'Selamat bagimu, wahai Ibnu Ummi Maktum! Engkau telah berhasil menjadi sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan mendapat berita gembira masuk surga, langsung dari malaikat Jibril.'"
Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjumpainya, beliau suka berucap, "Selamat datang, wahai orang yang dititipkan Tuhanku untuk diperlakukan dengan baik!"
Apabila Bilal radhiallaahu 'anhu tidak ada, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam suka sekali menyuruhnya mengumandangkan azan shalat lima waktu karena suaranya merdu dan lembut, tetapi kalau Bilal hadir, ia yang adzan dan Ibnu Ummi Maktum yang iqamat. Pada bulan Ramadhan, Bilal radhiallaahu 'anhu azan untuk mengingatkan orang akan waktu makan-minum sahur, tetapi kalau terdengar azan Ibnu Ummi Maktum, makan-minum harus dihentikan; itu tanda waktu imsak sudah tiba.
Menurut Abdullah bin Umar radhiallaahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, "Apabila bilal azan pada malam hari, maka kalian boleh makan dan minum hingga mendengar azannya Ibnu Ummi Maktum!"
Ibnu Ummi Maktum termasuk sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang sangat mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Di hatinya, beliau lebih dari sanak keluarga, bahkan dari diri pribadinya sendiri. Mereka semua, termasuk Ibnu Ummi Maktum, sanggup menahan derita serta cerca orang terhadap diri dan sanak keluarganya, bahkan bisa memaafkan hal itu, tetapi tidak bisa menerima dan memaafkan hal itu bila ditujukan kepada Rasulullah.
Ibnu Ummi Maktum pernah tinggal di rumah seorang wanita Yahudi, bibi seorang Anshar. Wanita itu baik budi dan melayani makan-minumnya, tetapi mulutnya tidak pernah diam menyerang orang-orang yang paling dicintai Ibnu Ummi Maktum. Ia tidak sabar mendengar ejekan dan cercaan itu. Ia berusaha beberapa kali menegurnya, tetapi teguran dan peringatannya itu tidak diindahkan. Terpaksalah ia memukulnya. Ternyata pukulan itu mematikan. Hal ini dilaporkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sesudah ia dihadapkan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bertanya,
"Mengapa kau bertindak demikian?"
"Wahai Rasulullah! Sungguh, ia seorang yang baik budi terhadap diriku, namun ia senantiasa mencela dan mencerca Allah dan Rasul-Nya, maka terpaksalah aku memukulnya untuk menghentikannya, namun kiranya ajalnya sudah sampai."
"Allah telah menjauhkannya dan ia telah membatalkan darahnya?????."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sering mengangkatnya sebagai wakil apabila beliau keluar meninggalkan Madinah dalam peperangan, umpamanya ketika pergi menyerang Kabilah Banu Sulaim dan Kabilah Ghathafan. Ia menjadi Imam jamaah dan Khatib shalat Jumat. Begitu pula ketika Rasulullah pergi berperang ke Uhud, Hamra'al-Asad, Bani an-Nadhir, Khandaq, Bani Quraizah, Bani Lahyan, al-Ghabah, Dzi Qirad, dan Umrah al-Hudaibiyah.
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam terlibat dalam penyerangan ofensif sebanyak tiga belas kali; beliau selalu mengangkat Ibnu Ummi Maktum sebagai pejabat untuk menggantikannya di Madinah, mengimami orang shalat jamaah, dan lain-lain, padahal ia seorang tunanetra," demikian ucap asy-Sya'bi.
Ia mengikuti kehidupan sosial dan politik kaum muslimin, mengikuti kegiatan berbagai perutusan yang pergi dan datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Ia sering sekali berpuasa dan shalat malam. Hampir seluruh masa hidupnya diisi dengan peribadatan atau ikut berperang altig?????? dalam kegiatan kaum muslimin. Kemudian, turunlah firman Allah,
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat…" (Q.,. 4/an-Nisaa': 95)
Jadi, di sana masih terdapat lapangan peribadahan yang ganjarannya lebih utama dari ganjaran yang mungkin diperolehnya. Ada suatu taqarrub yang dilakukan orang, yang lebih mendekatkan orang itu kepada Allah Ta'ala lebih dari dirinya. Ia lalu merintih menangisi nasibnya kepada Allah Ta'ala, "Ya Allah, Engkau mengujiku dengan kebutaan. Apa yang dapat aku lakukan selain mengharap rahmatMu yang meliputi segala-galanya." Lalu turunlah firman-Nya,.. "yang tidak mempunyai uzur…," sebagai pelengkap.
Menurut Ibnu Abbas radhiallaahu 'anhu, "Ketika firman Allah, 'Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yagn berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka…,' diturunkan, Abdullah bin Ummi Maktum yang buta (tunanetra) itu datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam , lalu bertanya, 'Wahi Rasulullah, Allah telah menurunkan keutamaan jihad fi sabilillah ; seperti yang baginda ketahui, aku ini seorang tunanetra, tidak bisa ikut berjihad, apakah kepadaku diberi izin tidak ikut berjihad?
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Aku belum mendapat keterangan mengenai dirimu dan orang-orang yang senasib denganmu.'
Ibnu Ummi Maktum lalu menengadahkan wajahnya dan mengangkat kedua tangannya seraya berseru, 'Ya Allah, aku memohon pertimbangan-Mu mengenai pengelihatanku ini.' Lalu, turunlah ayat, 'Tidak sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunya uzur dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka…'"
Izin sudah ia peroleh dari Allah Ta'ala; apakah ia memanfaatkan izin itu? akan mengikuti pasukan Islam yang menuju ke al-Qadisiyah. Ia ingin memperoleh ganjaran seorang mujahid. Ia memohon kepada komandan perang, "Hai kekasih Allah, hai sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam , Hai pahlawan perang, serahkan bendera perang itu kepadaku. Aku seorang tunanetra, tak mungkin bisa lari. Nanti tempatkanlah aku diantara kedua pasukan yang berperang."
Menurut Qotadah, Anas bin Malik radhiallaahu 'anhu berkata: "dalam perang al-Qadisiyah, Abdullah bin Ummi Maktum memegang bendera hitam dan memakai baju besi."
Ia lalu kembali ke Madinah dan meninggal dunia di sana. Semoga Allah Ta'ala merahmatinya, aamin.
Sebab turunnya Ayat
Menurut Ibnu Abbas radhiallaahu 'anhu : "Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang menerima kedatangan Utbah bin Rabi'ah, Abu Jahal, dan al-Abbas bin Abdul Muththalib, pada waktu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berusaha keras menawarkan Islam kepada mereka supaya mereka beriman, tiba-tiba datanglah seorang tunanetra yang dikenal dengan panggilan Abdullan bin Ummi Maktum. Ia minta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam supaya kepadanya dibacakan ayat-ayat Al-Qur'anul Karim, "Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku apa yang diajarkan Allah kepadamu!".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam lalu mengerutkan mukanya dan memalingkan pandangannya, kesal kepada omongannya. Ia lalu meneruskan pembicaraannya melayani tamu-tamunya. Sesudah pertemuan itu usai, beliau terus pergi dan keluarganya meninggalkan tempat itu, kemudian turunlah ayat, " 'Abasa warawalla" .
Sesudah ayat-ayat itu turun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sangat menghormati Ibnu Ummi Maktum. Kalau ia datang, selalu ditanyakan," Apa keperluanmu..? Apa perlu bantuanku?" Kalau ia hendak pergi, selalulah ditanyakan," Apakah kau memerlukan sesuatu?"
Seorang miskin yang tunanetra itu datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam seperti biasanya ingin belajar dan memperdalam agama Allah Ta'ala. Kali ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang sibuk melayani beberapa tokoh Quraisy, dengan harapan kalau mereka masuk Islam maka akan meringankan tugasnya dan akan memudahkan perkembangan agama itu karena merekalah yang selalu merintangi perkembangan Islam dengan harta, kedudukan, dan wibawanya. Mereka berusaha keras menghalang-halangi orang dari agama Islam dan menyempitkan ruang gerak dakwah dengan berbagai cara sehingga hampir tidak berkembang di Mekah. Orang-orang di luar kota Mekah sudah tentu sulit menerima agama baru yang ditentang keras oleh orang-orang yang paling dekat dengan penganjurnya itu.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyibukkan diri dengan orang-orang itu bukan demi kepentingan pribadinya, tapi demi kepentingan pengembangan Islam dan kepentingan kaum muslimin juga. Kalau mereka masuk Islam maka diharapkan semua rintangan yang membentang di hadapan para dai dan dakwah Islam bisa disingkirkan. Ibnu Ummi Maktum mengulang-ngulang harapannya itu sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam makin kesal dan gusar karena ia telah mengganggu pembicaraannya dengan para tamunya itu. Rasa benci nampak diwajahnya dengan mengerutkan mukanya dan juga memalingkan pandangannya. Disini, Allah berfirman dengan jelas dan tegas, dan mencela sikap Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam seorang yang memiliki akhlak yang luhur. Firman-Nya,
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfa'at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. (Q.,. 'Abasa: 1-6)
Sejak itulah, kata ats-Tsauri, kalau Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melihat Ibnu Ummi Maktum datang, beliau menggelar baju luarnya seraya bersabda, "Selamat datang sahabat, yang kau dicela Tuhanku karenannya! Apa kau memerlukan sesuatu?"
Renungan
Kami ucapkan selamat kepadamu, sahabat Rasulullah, atas darmabaktimu terhadap agama Islam dan kaum muslimin, dan dengan ganjaransurga Tuhanmu yang kau raih.
Seorang yang buta matanya, tetapi tajam matahatinya. Allah Ta'ala mengabadikan namanya dalam Al-Qur'anul Karim, sekaligus diproklamasikan berdirinya suatu negara orang-orang saleh yang berbudi luhur, suatu negara pemeluk Ilahi di muka bumi. Ia sebagai proklamasi bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan keimanan harus ditegakkan. Hak asasi manusia untuk bersaing secara sehat dan untuk mendapatkan persamaan dan keadilan dijamin untuk merealisasikan firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang yang termulia di antara kalian di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa."
Sejak saat itulah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyambut baik kedatangan para sahabatnya yang terbilang lemah dan miskin, yang ternyata kemudian suara mereka menggema ke seluruh permukaan bumi, mengumandangkan suara perdamaian, keadilan persamaan, dan persaudaraan. Mereka pancarkan cahaya agama Alah Ta'ala untuk menghalau kegelapan dan kesesatan; mereka berusaha keras menanggulangi kebodohan dan kemiskinan; dunia menyambut kedatangan mereka sebagai pemimpin dan guru.
Segelintir orang keluar dari tengah-tengah gurun pasir yang gersang , pergi mengembara ke Timur, menerobos benteng Cina yang besar, mengembangkan agama Allah Ta'ala sampai ke pedalaman negeri itu. Mereka mengembangkan agama Allah ke India dan kepulauan-kepulauan di Lautan Teduh, lalu berhasil menerobos ke Eropa, maka bertemulah Timur dan Barat dalam pengakuan Islam. Pasukan Maslamah bin Abdul Malik berhasil menaklukan Konstantinopel di sebelah Timur, sedangkan pasukan Abdurrahman al-Ghafiqi berhasil membebaskan Iberia (Spanyol dan Portugal) dari sebelah barat, sehingga para pelaut Islam menguasai Laut Tengah sepenuhnya, memiliki dan mengawasi keamanan pulau-pulau yang ada, sehingga pelayaran antar pulau-pulai itu, Sicilia, Siprus, dan Koriska, tempat Napoleon diasingkan, berjalan dengan lancar dan aman. Salah seorang penyair menggambarkan masa jaya itu sebagai berikut.
"Dahulu, mereka hanyalah penggembala unta sebelum kebangkitannya.
Sesudah itu, mereka penuhi alam raya ini dengan peradaban.
Apabila menara masjid di tengah negeri Cina mengumandangkan azan, Anda akan mendengarkan di negeri Maghribi suara tahlil orang shalat.".

Abdullah Ibnu Rawahah radhiallahu 'anhu

Abdullah Ibnu Rawahah radhiallahu 'anhu



Yang bersemboyan :
Wahai Diri ……..
Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang ……..
Kau Tetap Akan Mati ……..
Walau di Atas Ranjang ..……

Waktu itu Rasulullah saw. sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota Mekah, menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, denganbersembunyi-sembunyi dari kaum Quraisy. Mereka yang datang ini terdiri dari duabelasorang utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Kaum Anshar.(penolong Rasul). Mereka sedang dibai'at Rasul (diambil Janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan nama Bai'ah Al-Aqabah al-Ula (Aqabah pertama). Merekalah pembawa dan penyi'ar IsIam pertama ke kota Madinah, dan bai'at merekalah yang membuka jalan bagi hijrah Nabi beserta pengikut beliau, yang padagilirannya kemudian, membawa kemajuan pesat bagi Agama Allah yaitu Islam ....Maka salah seorang dari utusan yang dibai'at Nabi itu, adalah Abdullah binRawahah.
Dan sewaktu pada tahun berikutnya, Rasulullah saw. membai'at. lagi tujuhpuluh tiga orang Anshar dari penduduk Madinah pada bai'at 'Aqabah kedua, maka tokoh Ibnu Rawahah ini pun termasuk salahseorang utusan yang dibai'at itu.
Kemudian sesudah Rasullullah bersama shahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap di sana, maka Abdullah bin Rawahah pulalah yang paling banyak usaha dan kegiatannya dalam membela Agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada mengawasi sepak terjang dan tipu muslihat Abdulla bin Ubay (pemimpin golongan munafik) yang oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi raja sebelum Islam hijrah ke sana, dan yang tak putus-putusnya berusaha menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiapkesempatan yang ada. Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti gerak-gerik Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagalah usahanya, dan maksud-maksud jahatnya terhadap Islam dapat di patahkan.
Ibnu Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langkadegankepandaiantulisibaca.Iajuga seorang penyair yang lancar, untaiansyair-syairnyameluncur dari lidahnya dengan kuat danindahdidengar ....
Semenjak ia memeluk Islam, dibaktikannyakemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi kejayaanIslam.....Dan Rasullullah menyukai dan menikmati syair-syairnya dan sering beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat syair.
Pada suatu hari, beliau duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba datanglah Abdullah bin Rawahah, lalu Nabi bertanya kepadanya: "Apa yang anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair?"
Jawab Abdullah: "Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan". Lalu teruslah ia mengucapkan syairnya tanpa bertangguh, demikian kira-kira artinya secara bebas:
"Wahai putera Hasyim yang baik, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia.dan memberimu keutamaan, di mana orang tak usah iri.
Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu. Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka.
Seandainya anda bertanya dan meminta pertolongan mereka dan memecahkan persoalan tiadalah mereka henhak menjawab atau membela
Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang anda,bawa
SebagaimanaIa telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa".
Mendengar ituRasul menjadi gembira dan ridla kepadanya, lalu sabdanya: "Dan engkau pun akan diteguhkan Allah".
Dan sewaktu Rasulullah sedang thawaf di Baitullah pada 'umrah qadla, Ibnu Rawahah berada di muka beliau sambil membaca syair dari rajaznya:
"Oh Tuhan, kalauIah tidak karena Engkau, niscaya tidaklah ami akan mendapat petunjuk, tidak akan bersedeqah danShalat!
Maka mohon diturunkan sakinah atas kami dan diteguhkan pendirian kami jika musuh datang menghadang.
,Sesuhgguhnya Qrang-orang yang telah aniaya terhadap kami, biIa mereka membuat fitnah akan kami tolak dan kami tentang".
Orang-orang Islam pun sering mengulang-ulangi syair-syairnya yang indah.
Penyair Rawahah yang produktif ini amat berduka sewaktu turun ayat al-Quranul Karim yang artinya :
"Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat". (Q.S. Asy-syu'ara: 224)
Tetapi kedukaan hatinya jadi terlipur waktu turun pula ayat lainnya : Artinya :
"Kecuali orang-orang(penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya". (Q.S. Asy-syu'ara : 227)
Dan sewaktu Islam terpaksa terjun ke medan perang karena membela diri, tampillah Abdullah ibnu Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan Khaibar, seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan qashidahnya menjadi slogan perjuangan:
"Wahai diri! Seandainya engkau tidak tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati juga!"
Ia juga menyorakkan teriakan perang:
"Menyingkir kamu, hai anak-anak kafir dari jalannya. Menyingkir kamu setiap kebaikkan akan ditemui pada Rasulnya".
Dan datanglah waktunya perang Muktah ….Abdullah bin Rawahah adalah panglima yang ketiga dalam pasukan Islam.
Ibnu Rawahah berdiri dalam keadaan siap bersama pasukkan Islam yang berangkat meninggalkan kota Madinah …ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya;
" Yang kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman
Keampunan dan kemenangan di medan perang
Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan
Bertekuk lututnya angkatan perang syetan
Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan ….. Mati syahid di medan perang…!!"
Benar, itulah cita-citanya kemenangan dan hilang terbilang …., pukulan pedang atau tusukan tombak, yang akan membawanya ke alam syuhada yang berbahagia…!!
Balatentara Islam maju bergerak kemedan perang muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya balatentara Romawi sekitar duaratus ribu orang …, karena menurut kenyataan barisan tentara mereka seakan tak ada ujung alhir dan seolah-olah tidak terbilang banyaknya ….!
Orang-orang Islammelihatjumlahmerekayangsedikit, laluterdiam…dansebagianadayangmenyeletukberkata:
"Baiknya kitakirimutusankepadaRasulullah,memberitakan jurnlahmusuh yangbesar.Mungkinkitadapatbantuantambahan pasukan,ataujikadiperintahkantetapmajumakakitapatu hi".
Tetapi.IbnuRawahah,.bagaikandatangnyasiangbangunbe rdiri diantarabarisanpasukan-pasukannyalaluberucap:
"Kawan:kawansekalian!DemiAilah,sesungguhnyakitaberp erang melawanmusuh-musuhkitabukanberdasarbilangan, kekuatanataubanyaknya jumlahKitatidakmemerangi memerangi mereka, melainkan karenamempertahankanAgamakitaini, yangdengan memeluknyakitatelahdimuliakanAllah...!
Ayohlahkita maju ….!Salah satudariduakebaikanpasti kitacapai,kemenagan atausyahiddijalanAllah...!"
Dengan bersorak-soraiKaum Musliminyangsedikitbilangannya tetapi besarimannyaitumenyatakansetuju.Merekaberteriak:"Sungguh, demiAllah,benaryangdibilangIbnu Rawahah..!"
Demikianlah,pasukanterusketujuannya,denganbilangan yang jauh lebih sedikit menghadapimusuhyangberjumlah 200.000yang berhasildihimpunorangRomawiuntukmenghadapi suatu peperangan dahsyat yangbelumadataranya.
Keduapasukan, balatentaraitupunbertemu,laluberkecamuklah pertempurandiantarakeduanya.
Pemimpin yang pertama ZaidbinHaritsahgugursebagai syahid yang mulia, disusul oleh pemimpin yang kedua Ja'far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan penuh kesabaran, dan menyusl pula sesudah itu pemimpin yang ketiga ini, Abdullah bin Rawahah. Dikala itu ia memungut panji perang dari tangan kananya Ja'far, sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam yang kecil itu, tersapu musnah diantara pasukan-pasukan Romawi yang datang membajir laksana air bah, yang berhasil dihimpun oleh Heraklius untuk maksud ini.
Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru:
"Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga
Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yng engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!"
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja'far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!" Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya …… Kalau tidaklah taqdir Allah yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka …. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Allah, maka naiklah ia sebagai syahid…..
Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya:
"Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku:
Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah, dan benar ia telah terpimpin!"
"Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Allah…..!"
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi ter;liam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatu disebabkan rasa duka dan belas kasihan ... ! Seraya memandang berkeliling ke wajah para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata: "Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid ..... Kemudian diambil alih oleh Ja'far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula ....". Be!iau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula".
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : "Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga …"
Perjalanan manalagi yang lebih mulia …….
Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia …….
Mereka maju ke medan laga bersama-sama …….
Dan mereka naik ke syurga bersama-sama pula ….
Dan penghormatan terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi, ialah ucapan Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi :
"Mereka telah diangkatkan ke tempatku ke syurga……

ABDULLAH BIN ZUBEIR

Seorang Tokoh Syahid Yang Luar Biasa



Ketika menempuh padang pasir yang panas bagai menyala dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah yang terkenal itu, ia masih merupakan janin dalam rahim ibunya. Demikianlah telah menjadi taqdir bagi Abdullah bin Zubeir melakukan hijrah bersama Kaum Muhajirin selagi belum muncul ke alam dunia, masih tersimpan dalam perut ibunya .... Ibunya Asma, - semoga Allah ridla kepadanya dan ia jadi ridla kepada Allah - setibanya di Quba, suatu dusun di luar kota Madinah, datanglah saat melahirkan, dan jabang bayi yang muhajir itu pun masuklah ke bumi Madinah bersamaan waktunya dengan masuknya muhajirin lainnya dari shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasalam ... !
Bayi yang pertama kali lahir pada saat hijrah itu, dibawa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di rumahnya di Madinah, maka diciumnya kedua pipinya dan dikecupnya mulutnya, hingga yang mula pertama masuk ke rongga perut Abdullah bin Zubeir itu ialah air selera Rasulullah shallallahu 'alaihi i wasallam yang mulia. Kaum Muslimin berkumpul dan beramai-ramai membawa bayi yang dalam gendongan itu berkeliling kota sambil membaca tahlil dan takbir. Latar belakangnya ialah karena tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya tinggal menetap di Madinah, orang- orang Yahudi merasa terpukul dan iri hati, lalu melakukan perang urat saraf terhadap Kaum Muslimin. Mereka sebarkan berita bahwa dukun-dukun mereka telah menyihir Kaum Muslimin dan membuat mereka jadi mandul, hingga di Madinah tak seorang pun akan mempunyai bayi dari kalangan mereka... !
Maka tatkala Abdullah bin Zubeir muncul dari alam gaib, hal itu merupakan suatu kenyataan yang digunakan taqdir untuk menolak kebohongan orang-orang Yahudi di Madinah dan mematahkan tipu muslihat mereka ... !
Di masa hayat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , Abdullah belum mencapai asia dewasa. Tetapi lingkungan hidup dan hubungannya yang akrab dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, telah membentuk kerangka kepahlawanan dan prinsip hidupnya, sehingga darma baktinya dalam menempuh kehidupan di dunia ini menjadi buah bibir orang dan tercatat dalam sejarah dunia. Anak kecil itu tumbuh dengan amat cepatnya dan menunjukkan hal-hal yang luar biasa dalam kegairahan, kecerdasan dan keteguhan pendirian. Masa mudanya dilaluinya tanpa noda, seorang yang suci, tekun beribadat, hidup sederhana dan perwira tidak terkira ....
Demikianlah hari-hari dan peruntungan itu dijalaninya dengan tabi'atnya yang tidak berubah dan semangat yang tak pernah kendor. Ia benar-benar seorang laki-laki yang mengenal tujuannya dan menempuhnya dengan kemauan yang keras membaja dan keimanan teguh luar biasa....
Sewaktu pembebasan Afrika, Andalusia dan Konstantinopel, ia yang waktu itu belum melebihi usia tujuh belas tahun, tampak sebagai salah seorang pahlawan yang namanya terlukis sepanjang masa ....
Dalam pertempuran di Afrika sendiri, Kaum Muslimin yang jumlahnya hanya duapuluh ribu sang tentara, pernah menghadapi musuh yang berkekuatan sebanyak seratus duapuluh ribu orang.
Pertempuran berkecamuk, dan pihak Islam terancam bahaya besar! Abdullah bin Zubeir melayangkan pandangannya meninjau kekuatan musuh hingga segeralah diketahuinya di mana letak kekuatan mereka. Sumber kekuatan itu tidak lain dari raja Barbar yang menjadi panglima tentaranya sendiri. Tak putus-putusnya raja itu berseru terhadap tentaranya dan membangkitkan semangat mereka dengan cara istimewa yang mendorong mereka untuk menerjuni maut tanpa rasa takut ....
Abdullah maklum bahwa pasukan yang gagah perkasa ini tak mungkin ditaklukkan kecuali dengan jatunya panglima yang menakutkan ini. Tetapi betapa caranya untuk menemuinya, padahal untuk sampai kepadanya terhalang oleh tembok kukuh dari tentara musuh yang bertempur laksana angin puyuh ... !
Tetapi semangat dan keberanian Ibnu Zubeir tak perlu diragukan lagi untuk selama-lamanya... ! Dipanggilnya sebagian kawan-kawannya, lalu katanya: "Lindungi punggungku dan mari menyerbu bersamaku... !" Dan tak ubah bagai anak panah lepas dari busurnya, dibelahnya barisan yang berlapis itu menuju raja musuh, dan demi sampai di hadapannya, dipukulnya sekali pukul, hingga raja itu jatuh tersungkur. Kemudian secepatnya bersama kawan-kawannya, ia mengepung tentara yang berada di sekeiiling raja dan menghancurkan mereka ...,lalu dikuman dangkannya Allahu Akbar... !
Demi Kaum Muslimin melihat bendera mereka berkibar di sana, yakni di tempat panglima Barbar berdiri menyampaikan perintah dan mengatur siasat, tahulah mereka bahwa kemenangan telah tercapai. Maka seolah-olah satu orang jua, mereka menyerbu ke muka, dan segala sesuatu-pun berakhir dengan keuntungan di pihak Muslimin ... !
Abdullah bin Abi Sarah, panglima tentara Islam, mengetahui peranan penting yang telah diiakukan oleh Ibnu Zubeir. Maka sebagai imbalannya disuruhnya ia menyampaikan sendiri berita kemenangan itu ke Madinah terutama kepada khalifah Utsman bin Affan....
Hanya kepahlawanannya dalam medan perang bagaimana juga unggul dan luar biasanya, tetapi itu tersembunyi di balik ketekunannya dalam beribadah ....Maka orang yang mempunyai tidak hanya satu dua alasan untuk berbangga dan menyombongkan dirinya ini akan menakjubkan kita karena selalu ditemukan dalam lingkungan orang-orang shaleh dan rajin beribadat.
Maka balk derajat maupun kemudaannya, kedudukan atau harta bendanya, keberanian atau kekuatannya, semua itu tidak mampu untuk menghalangi Abdullah bin Zubeir untuk menjadi seorang laki-laki 'abid yang berpuasa di siang hari, bangun malam beribadat kepada Allah dengan hati yang khusu' niat yang suci.
Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz mengatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah: "Cobalah ceritakan kepada kami kepribadian Abdullah bin Zubeir!" Maka ujarnya: "Demi Allah! Tak pernah kulihat Jiwa yang tersusun dalam rongga tubuhnya itu seperti jiwanya! Ia tekun melakukan shalat, dan mengakhiri segala sesuatu dengannya. ... Ia ruku' dan sujud sedemikian rupa, hingga karena amat lamanya, maka burung-burung gereja yang bertengger di atas bahunya atau punggungnya, menyangkanya dinding tembok atau kain yang tergantung. Dan pernah peluru meriam batu lewat antara janggut dan dadanya sementara ia shalat, tetapi demi Allah, ia tidak peduli dan tidak goncang, tidak pula memutus bacaan atau mempercepat waktu ruku' nya
Memang, berita-berita sebenamya yang diceritakan orang tentang ibadat Ibnu Zubeir, hampir merupakan dongeng. Maka di dalam shaum dan shalat, dalam menunaikan haji dan serta zakat, ketinggian cita serta kemuliaan diri dalam bertenggang di waktu malam - sepanjang hayatnya - untuk bersujud dan beribadat, dalam menahan lapar di waktu siang, - juga sepanjang usianya - untuk shaum dan jihadun nafs ..., dan dalam keimanannya yang teguh kepada Allah ...dalam semua itu ia adalah tokoh satu-satunya tak ada duanya
Pada suatu kali Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu ditanyai orang mengenai Ibnu Zubeir. Maka walaupun di antara kedua orang ini terdapat perselisihan paham, Ibnu Abbas berkata: "Ia adalah seorang pembaca Kitabullah, dan pengikut sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam, tekun beribadat kepada-Nya dan shaum di siang hari karena takut kepada-Nya.. · Seorang putera dari pembela Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ibunya ialah Asma puteri Shiddiq, sementara mak-tuanya ialah Khadijah istri dari Rasululiah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka tak ada seorang pun sedang membicarakan khalifah yang telah pergi berlalu bernama Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, tanpa mengindahkan tata-tertib kesopanan dan tidak didasari oleh kesadaran, mereka dicelanya, katanya: "Demi Allah, aku tak sudi meminta bantuan dalam menghadapi musuhku kepada orang-orang yang membenci Utsman ''~ Pada saat itu ia sangat memerlukan bantuan, tak ubah bagai seorang yang tenggelam membutuhkan pertolongan, tetap uluran tangan orang tersebut ditolaknya Keterbukaannya terhadap diri pribadi serta kesetiaannya terhadap aqidah dan prinsipnya, menyebabkannya tidak peduli kehilangan duaratus orang pemanah termahir yang Agama mereka tidak dipercayai dan berkenan di hatinya! Padahal waktu itu ia sedang berada dalam peperangan yang akan menentukan hidup matinya, dan kemungkinan besar akan berubah arah, seandainya pemanah-pemanah ahli itu tetap berada di sampingnya.,,.!
Kemudian pembangkangannya terhadap Mu'awiyah dan puteranya Yazid sungguh-sungguh merupakan kepahlawanan! Menurut pandangannya, Yazid bin Mu'awiyah bin Abi Sufyan itu adalah laki-laki yang terakhir kali dapat menjadi khalifah Muslimin, seandainya memang dapat ... ! Pandangannya ini memang beralasan, karena dalam soal apa pun juga, Yazid tidak becus! Tidak satu pun kebaikan dapat menghapus dosa-dosanya yang diceritakan sejarah kepada kita, maka betapa Ibnu Zubeir akan mau bai'at kepadanya, ?
Kata-kata penolakannya terhadap Mu'awiyah selagi ia masih hidup amat keras dan tegas. Dan apa pula katanya kepada Yazid yang telah naik menjadi khalifah dan mengirim utusannya kepada Ibnu Zubeir mengancamnya dengan nasib jelek apabila ia tidak membai'at pada Yazid ... ? Ketika itu Ibnu Zubeir memberikan jawabannya: "Kapan pun, aku tidak akan bai'at kepada si pemabok ... !" kemudian katanya berpantun : "Terhadap hal bathil tiada tempat berlunak lembut kecuali bila geraham dapat mengunyah batu menjadi lembut ".
Ibnu Zubeir tetap menjadi Amirul Mu'minin dengan mengambil Mekah al-Mukarramah sebagai ibu kota pemerintahan dan membentangkan kekuasaannya terhadap Hijaz, Yaman, Bashrah, Kufah, Khurasan dan seluruh Syria kecuali Damsyik, setelah ia mendapat bai'at dari seluruh warga kota-kota daerah tersebut di atas.
Tetapi orang-orang Banu Umaiyah tidak senang diam dan berhati puas sebelum menjatuhkannya, maka mereka melancarkan serangan yang bertubi-tubi, yang sebagian besar di antaranya berakhir dengan kekalahan dan kegagalan. Hingga akhirnya datanglah masa pemerilitahan Abdul Malik bin Marwan yang untuk menyerang Abdullah di Mekah itu memilih salah seorang anak manusia yang paling celaka dan paling merajalela dengan kekejaman dan kebuasannya ... ! Itulah dia Hajjaj ats-Tsaqafi, yang mengenai pribadinya, Umar bin Abdul Aziz, Imam yang adil itu pernah berkata: "Andainya setiap ummat datang dengan membawa kesalahan masing-masing, sedang kami hanya datang dengan kesalahan Hajjaj seorang saja, maka akan lebih berat lagi kesalahan kami dari mereka semua... !"
Dengan mengerahkan anak buah dan orang-orang upahannya, Hajjaj datang memerangi Mekah ibukota Ibnu Zubeir. Dikepungnya kota itu serta penduduknya, selama lebih kurang enam bulan dan dihalanginya mereka mendapat makanan dan air, dengan harapan agar mereka meninggalkan Ibnu Zubeir sebatang kara, tanpa tentara dan sanak saudara. Dan karena tekanan bahaya kelaparan itu banyaklah yang menyerahkan diri, hingga Ibnu Zubeir mendapatkan dirinya tidak berteman atau kira-kira demikian .... Dan walaupun kesempatan untuk meloloskan diri dan menyelamatkan nyawanya masih terbuka, tetapi Ibnu Zubeir memutuskan akan memikul tanggung jawabnya sampai titik terakhir. Maka ia terus menghadapi serangan tentara Hajjaj itu dengan keberanian yang tak dapat dilukiskan, padahal ketika itu usianya telah mencapai tujuh puluh tahun Dan tidaklah dapat kita melihat gambaran sesungguhnya dari pendirian yang luar biasa ini, kecuali jika kita mendengar percakapan yang berlangsung antara Abdullah dengan ibunya yang agung dan mulia itu, Asma' binti Abu Bakar, yakni di saat-saat yang akhir dari kehidupannya. Ditemuinya ibunya itu dan dipaparkannya di hadapannya suasana ketika itu secara terperinci, begitupun mengenai akhir kesudahan yang sudah nyata tak dapat dielakkan lagi ....
Kata 'Asma' kepadanya: "Anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu! Apabila menurut keyakinanmu, engkau berada di jalan yang benar dan berseru untuk mencapai kebenaran itu, maka shabar dan tawakallah dalam melaksanakan tugas itu sampai titik darah penghabisan. Tiada kata menyerah dalam kamus perjuangan melawan kebuasan budak-budak Bani Umaiyah ... ! Tetapi kalau menurut pikiranmu, engkau hanya mengharapkan dunia, maka engkau adalah seburuk-buruk hamba, engkau celakakan dirimu sendiri serta orang-orang yang tewas bersamamu!"
Ujar Abdullah: "Demi Allah, wahai bunda! Tidaklah ananda mengharapkan dunia atau ingin hendak mendapatkannya... ! Dan sekali-kali tidaklah anakanda berlaku aniaya dalam hukum Allah, berbuat curang atau melanggar batas ... !"
Kata Asma' pula: - 'Aku memohon kepada Allah semoga ketabahan hatiku menjadi kebaikan bagi dirimu, baik engkau mendahuluiku menghadap Allah maupun aku. Ya Allah, semoga ibadahnya sepanjang malam, shaum sepanjang siang dan bakti kepada kedua orang tuanya, Engkau terima disertai cucuran Rahmat-Mu. Ya Allah, aku serahkan segala sesuatu tentang dirinya kepada kekuasaan-Mu, dan aku rela menerima keputusan-Mu. Ya Allah berilah aku pahala atas segala perbuatan Abdullah bin Zubeir ini, pahalanya orang-orang yang shabar dan bersyukur ... !"
Kemudian mereka pun berpelukan menyatakan perpisahan dan selamat tinggal.. Dan beberapa saat kemudian, Abdullah bin Zubeir terlibat dalam pertempuran sengit yang tak seimbang, hingga syahid agung itu akhirnya menerima pukulan maut yang menewaskannya. Peristiwa itu menjadikan Hajjaj kuasa Abdul Malik bin Marwan berkesempatan melaksanakan kebuasan dan dendam kesumatnya, hingga tak ada jenis kebiadaban yang lebih keji kecuali dengan menyalib tubuh syahid suci yang telah beku dan kaku itu.
Bundanya, wanita tua yang ketika itu telah berusia sembilan puluh tujuh tahun, berdiri memperhatikan puteranya yang disalib. Dan bagaikan sebuah gunung yang tinggi, ia tegak menghadap ke arahnya tanpa bergerak. Sementara itu Hajjaj datang menghampirinya dengan lemah lembut dan berhina diri, katanya: "Wahai ibu, Amirui Mu'minin Abdulmalik bin Marwan memberiku wasiat agar memperlakukan ibu dengan balk ... !" "Maka adakah kiranya keperluan ibu ?. Bagaikan berteriak dengan suara berwibawa wanita itu berkata: "Aku ini bukanlah ibumu ... ! Aku adalah ibu dari orang yang disalib pada tiang karapan ..!
Tiada sesuatu pun yang kuperlukan daripadamu. Hanya aku akan menyampaikan kepadamu sebuah Hadits yang kudengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sabdanya:
"Akan muncul dari Tsaqif seorang pembohong dan seorang durjana ...! Adapun si pembohong telah sama-sama kita hetahui ....!Adapun si durjana, sepengetahuanku hanyalah hamu I"
Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu datang menghiburnya dan mengajak- nya bershabar. Maka jawabnya: -- "Kenapa pula aku tidak akan shahar, padahal kepala Yahya bin Zakaria sendiri telah diserahkan kepada salah seorang durjana dari durjana-durjana Bani Isra'il !".
Oh, alangkah agungnya anda, wahai puteri Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu 'anhu ... ! Memang, adakah lagi kata-kata yang lebih tepat diucapkan selain itu kepada (,rang-orang yang telah memisahkan kepala Ibnu Zubeir dari tubuhnya sebelum mereka menyalibnya !
Tidak salah! Seandainya kepala Ibnu Zubeir telah diberikan sebagai hadiah bagi Hajjaj dan Abdul Malik, maka kepala Nabi yang mulia yakni Yahya 'alaihissalam dulu juga telah diberikan sebagai hadiah bagi Salome, seorang wanita yang durjana danhina dari Bani Israil ... ! Sungguh, suatu tamsil yang tepat dan kata-kata yang jitu ... !
Kemudian mungkinkah kiranya bagi Ahdullah bin Zubeir akan melanjutkan hidupnya di bawah tingkat yang amat tinggi dari keluhuran, keutamaan dan kepahlawanan ini, sedang yang menyusukannya ialah wanita yang demikian corak bentuk-nya
Salam kiranya terlimpah atas Abdullah ... ! Dan kiranya terlimpah pula atas Asma'...!
Salam bagi kedua mereka di lingkungan syuhada yang tidak pernah fana... !
Dan di lingkungan orang-orang utama lagi bertaqwa.

ABDULLAH BIN JAHSY radhiallâhu 'anhu

"Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya". (QS. 2:217).
Menurut beberapa ahli tafsir, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah bin Jahsy.

Abdullah bin Jahsy radhiallâhu 'anhu
Dalam Perang Uhud, kaum Quraisy laki-laki dan perempuan melakukan belas dendam terhadap kaum Muslimin atas kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka bertindak seperti srigala buas, merobek-robek perut Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Rasulullah, dan memakan hatinya. Abdullah bin Jahsy radhiallâhu 'anhu ; mereka potong hidung dan daun telinganya.
Abdullah bin Jahsy radhiallâhu 'anhu bangga sekali karena ia merupakan kepala pasukan pertama yang dilantik Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan komandan pasukan pertama yang menetapkan kemenangan perang 1/5 (seperlima) bagian untuk Rasulullah sebelum Allah mengukuhkannya.
Ayahnya adalah Jahsy bin Riab bin Khuzaimah al-Asadi, ibunya adalah Aminah binti Abdul Muththalib bin Hasyim, dan saudarinya adalah Zainab binti Jahsy, istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam . Jadi, dia adalah saudara misan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan ibunya, sekaligus iparnya.
Dia dilahirkan di Mekkah, dekat Baitullah al-Haram. Sesudah ia dewasa barulah tahu jalan ke Ka'bah. Ia berdiri lama di depan Ka'bah, mengamati jamaah haji yang datang berbondong-bondong dari seluruh pelosok dunia.
Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri isak tangis mereka, air mata sedih dan keharuan mereka, dan keluh kesah serta doa mereka di depan Ka'bah yang megah itu.
Berapa kali telinganya mendengarkan rintihan dan bisikan mereka dengan berbagai bahasa yang tidak dipahami maksud dan tujuannya. Pada saat itu, ia merebahkan dirinya di pangkuan ibunya menanyakan dengan penuh harap apa-apa yang dilihatnya.
Ibunya menjawabnya dengan penuh rasa kasih sayang sambil mengusap-usap kepalanya dan pundaknya hingga ia tertidur. Putranya itu lalu diselimuti dan didoakannya supaya Tuhan Ka'bah itu melindungi dan memeliharanya.
Pada suatu hari, ia datang kepada ibunya sambil menangis sedih. Ia menceritakan bahwa sekelompok orang telah meruntuhkan bangunan Ka'bah itu.
Ibunya menenangkan hatinya, menceritakan kepadanya bahwa mereka sedang memugar bangunan itu supaya emas perak dan permata mutumanikam yang ada di dalamnya tidak dicuri orang akibat kerusakan yang ditimbulkan banjir.
Pada waktu itu, Abdullah melihat bagaimana persaingan keras antara para kabilah Arab yang berebutan ingin meletakkan Hajar Aswad di tempatnya, hingga hampir terjadi pertengkaran dan peperangan antara mereka.
Untunglah, akhirnya, mereka menerima gagasan sesepuh mereka untuk menyerahkan hal itu kepada orang yang pertama kali masuk ke Baitullah esok paginya, untuk menetapkan kabilah mana yang mendapat kehormatan meletakkannya.
Ternyata, orang yang masuk pertama itu Muhammad al-Amin, yang kemudian ia menggelarkan mantelnya dan meletakkan Hajar Aswad itu di tengahnya, lalu ia perintahkan kepada semua wakil kabilah yang hadir untuk memegang ujung mantel itu dan mengangkatnya ke dekat tempatnya, lalu ia mengangkat dengan tangannya dan menaruh di tempatnya.
Sesudah Hajar al-Aswad diletakkan di tempatnya, para pekerja meneruskan pekerjaannya memperbaiki Ka'bah.
Sejak saat itulah, Abdullah mencintai Muhammad al-Amin dengan sepenuh hati dan mengagumi kebijaksanaannya memecahkan masalah yang hampir menimbulkan pertumpahan darah diantara kabilah Arab, dan caranya yang cerdik menyertakan semua kabilah ikut merasa mendapat kehormatan mengangkat Hajar al-Aswad ke tempatnya. Sejak itulah, ia menjadikan Muhammad sebagai tokoh favorit dan panutannya.
Setiap hari, Abdullah berusaha menyertai dan duduk-duduk dengan Muhammad untuk belajar lebih banyak tentang berbagai hal, baik melalui tutur katanya maupun melalui tingkah lakunya.
Pada suatu hari, Abdullah tidak melihat Muhammad al-Amin seperti biasanya. Ia tidak sabar menantinya, ia pergi mengetuk pintu rumahnya. Istri beliau memberitahukan bahwa beliau ada di Gua Hira.
Ia pulang ke rumahnya dengan kecewa dan sedih karena rasa rindunya kepada laki-laki pujaannya itu. Kapan gerangan ia kembali duduk-duduk bersamanya lagi?.
Pada suatu pagi yang membahagiakan, menjelang fajar menyingsing, dimana embusan angin membawa titik-titik embun yang membangkitkan kehidupan dan kesegaran, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sedang sujud di tempat shalatnya, memuja dan memuji Tuhannya, tiba-tiba ia mendengar seperti gemerincing suara bel, kemudian malaikat Jibril menyampaikan wahyu dan perintah Tuhan, "Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat". (Q,.s.asy-Syu'ara: 214)
Sang surya sudah menampakkan wajahnya yang perkasa dan memancarkan cahayanya, menghalau sisa titik-titik embun yang masih ada diatas daun. Sementara itu, Muhammad al-Amin melangkahkan kakinya menuju Bukit Shafa, tidak jauh dari Ka'bah, lalu teriaknya, "selamat pagi, selamat pagi".
Abdullah masih telentang diatas tempat tidurnya, matanya terbuka lebar, sambil berpikir untuk menemui Muhammad al-Amin di Gua Hira, seperti yang dikabarkan isteri beliau, Khadijah. Tiba-tiba, ia mendengar kumandang suara Muhammad, "selamat pagi, selamat pagi" dari atas bukit Shafa, tidak jauh dari rumahnya. Ia lalu melemparkan selimutnya dan pergi ke sana.
Tampaknya, suara itu berhasil mengumpulkan kaum Quraisy; semuanya berdatangan ingin tahu ada apa sepagi itu mereka diundang.
Sesudah mereka berkumpul, mulailah beliau menyeru mereka, "Hai keluarga Ghalib, keluarga Luai, keluarga Murrah, keluarga Kilab, keluarga Qushai, dan keluarga Abdu Manaf! Kalau aku memberitahukan kepada kalian bahwa di balik gunung itu ada musuh yang hendak menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?".
Mereka menjawab serentak, "Ya, karena kau tidak pernah berbohong kepada kami".
Rasulullah melanjutkan, "Maka, janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain disamping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab. Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkan dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman". (Q,.s. asy-Syu'araa': 213-215).
Kerumunan orang itu lalu bubar. Ada yang percaya dan ada yang tidak, masing-masing membela argumentasi dan kebenarannya.
Sementara itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pulang kembali ke rumahnya. Abdullah pun kembali juga dengan membawa kata-kata baru yang dilontarkan Muhammad al-Amin itu. Ternyata, kata-katanya meyakinkan kalbunya, lalu ia pergi menyusul Muhammad ke rumahnya dan meyatakan keislamannya di sana.
Sesudah ia mengucapkan kalimat syahadat, lalu ia mengajak kedua saudara perempuannya masuk Islam juga dan ternyata mereka mengikuti jejaknya, malah ia menjadikan salah sebuah ruangan dalam rumahnya sebagai mushalla untuk beribadah dengan tekun dan khusyu' kepada Allah Ta'ala.
Akan tetapi, Quraisy telah menunggangi kepalanya sendiri. Ia memaklumatkan perang tanpa ampun terhadap dakwah itu dan bertindak kejam dan keji terhadap para mustadh'afin yang berani mengikuti ajaran Muhammad termasuk juga Abdullah.
Beberapa orang mustadh'afin datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan meminta supaya Allah meringankan beban yang mereka derita. Dengan agak gusar, Rasulullah bersabda: "Demi Allah, orang-orang sebelum kalian ditangkap dan tubuhnya dibelah dua, namun mereka tidak bergeser dari agamanya sedikitpun. Ada lagi yang tubuhnya disisir dengan sisir besi diantara tulang dan dagingnya, tetapi hal itu tidak memaksa mereka beralih agama. Hal ini akan berjalan terus hingga para musafir dari Shan'a' ke Hadramaut tidak merasa gentar lagi selain kepada Allah atau para gembala tidak takut lagi kepada ternaknya dari terkaman srigala, tetapi memanglah kalian suatu kaum yang terburu nafsu".
Penyiksaan Quraisy makin ganas dan kejam. Abu Jahal menyiksa dan menganiaya Sumayyah, ibu Ammar radhiallâhu 'anhu hingga tewas, begitu pula suaminya, Yasir dan puteranya, Ammar.
Sudah tentu berita itu menimbulkan rasa ngeri dan gelisah pada kaum mustadh'afin karena mereka tidak diperkenankan memaklumatkan perang terhadap kaum mustakbirin itu. Apa yang harus mereka lakukan sedangkan kaum kafir Quraisy tidak henti- hentinya melakukan tindakan penindasan dan perang permusuhan?.
Mereka berkumpul dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta dicarikan jalan pemecahan dari ancaman dan terkaman orang-orang ganas dan buas yang tidak berprikemanusiaan itu.
Pada saat itulah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengemukakan gagasannya: "Kalau kalian mau hijrah ke negeri Habasyah, disana terdapat seorang raja yang tidak berlaku zhalim kepada siapapun, dialah negeri kejujuran hingga Allah membukakan kelapangan dari keadaan kalian dewasa ini".
Kini, mereka diperkenankan melakukan hijrah, menyelamatkan diri dan agamanya ke negeri yang lebih aman agar bisa menunaikan ibadahnya dengan bebas dan tenang.
Pada waktu itu, Abdullah dan kedua saudara laki-lakinya serta kedua saudara perempuannya, bahkan dengan semua anggota keluarganya, pergi hijrah ke negeri yang dimaksudkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai negeri kejujuran, yang rajanya tidak pernah berlaku zhalim itu.
Amr ibnul Ash radhiallâhu 'anhu berkisah, "pada suatu hari, aku duduk di Majelis an-Najasyi, Raja Habasyah, lalu masuklah Amr bin Umayyah adh-Dhamari. Pada waktu itu, ia sedang membawa surat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk Raja Habasyah itu. Sesudah ia keluar, aku berkata kepada Najasyi, 'orang itu perutusan musuh kami. Ia yang telah menegangkan situasi dan membuat tokoh-tokoh kami setengah mati. Serahkanlah dia kepada kami, kami akan membunuhnya'.
Ia gusar sekali atas omongan itu, lalu ia memukul mukaku dengan keras hingga terasa hidungku seakan-akan copot dan mengucurkan darah banyak sekali ke bajuku. Aku merasa terhina sekali di tengah-tengah majelis itu. Rasanya, aku lebih rela mati terkubur dalam tanah daripada menderita malu serupa itu.
Untuk melunakkan amarahnya, aku berkata lagi, 'kalau aku tahu baginda akan murka seperti ini, aku tidak akan mengajukan permintaan seperti itu'.
'Ya Amr, kau meminta kepadaku supaya aku menyerahkan perutusan orang yang mendapatkan Namus yang maha besar, yang pernah datang kepada Musa 'alaihissalam dan 'Isa 'alaihissalam. Kau meminta aku menyerahkan perutusannya untuk dibunuh?' ".
"Sejak saat itu,"kata Amr selanjutnya, "dalam hati kecilku terjadi perubahan sikap, lalu kataku dalam hati, 'Bangsa Arab dan 'Ajam/asing mengenal kebenaran ini sedangkan kau akan melawannya'. Aku kemudian bertannya kepadanya, 'Apakah yang mulia percaya atas hal itu?'.
'Ya, Aku bersaksi di hadapan Allah, wahai Amr! Percayalah kepadaku, dia adalah benar, dia akan dimenangkan atas orang yang melawannya, seperti halnya Musa 'alaihissalam dimenangkan melawan Fir'aun dan pasukannya'.
'Apakah yang mulia mau menerima bai'atku masuk Islam atas namanya?'.
'Ya!, ia lalu mengulurkan tangannya membai'atku masuk Islam".
Abdullah dan keluarganya hidup di negeri Habasyah dalam perlindungan raja yang murah hati itu hingga datang berita yang mengatakan bahwa kaum Quraisy sudah sadar dan masuk Islam, lalu Abdullah dan beberapa orang Muhajirin lainnya kembali ke Mekkah.
Ternyata, berita Islamnya kaum Quraisy itu hanyalah isapan jempol yang disebarluaskan Quraisy supaya para Muhajirin itu kembali untuk menghadapi siksaan dan penganiayaan yang baru lagi.
Abdullah dan keluarganya tinggal beberapa saat lamanya di Mekkah hingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengizinkan melakukan hijrah kembali sehingga rumah mereka di Mekkah kosong melompong, tidak ada yang menghuninya. Sesudah Abu Sufyan melihat hal ini, lalu ia menawarkan dan menjualnya. Sesudah berita itu terdengar oleh keluarga Jahsy, Abdullah memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, Rasulullah lalu menjawab, "wahai Abdullah! Apakah kau tidak mau Allah menggantimu dengan sebuah rumah yang lebih baik di surga?".
"Sudah tentu mau," sahut Abdullah bin Jahsy.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan, "Nah, itu untukmu kelak".
Sesudah kota Mekkah ditaklukkan, Abu Ahmad, saudara Abdullah bin Jahsy, datang membicarakan lagi soal rumah-rumah keluarga Jahsy yang dijual oleh Abu Sufyan itu, tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengulur-ulur masalah itu. Beberapa orang lalu memberi keterangan,"wahai Abu Ahmad, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tidak suka membahas kembali kekayaan yang dirampas dari kalian demi karena Allah".
Sejak itulah, ia tidak mau lagi mengungkit-ungkit soal tersebut.
Abdullah bin Jahsy merupakan komandan pasukan pertama yang dikirimkan ke perbatasan kota Mekkah sehingga menimbulkan kontak senjata dan meninggalnya Amru al-Hadhrami serta tertawannya Utsman bin Abdullah bin al-Mughirah dan al-Hakam bin Kisan, yang menimbulkan kegusaran kaum Quraisy. Mereka berkata: "Muhammad dan kawan-kawannya menghalalkan bulan haram".
Abdullah mengikuti Perang Badar dan semua peristiwa sesudahnya bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam hingga Perang Uhud yang rupanya Allah Ta'ala ingin menguji kaum muslimin. Abdullah bin Ubay, kepala kaum munafiqin di Madinah, kembali ke Madinah di tengah perjalanan dengan 1/3 pasukan, tetapi kaum Muslimin mendesak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk tetap keluar dari Madinah.
Sebelum perang dimulai, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam duduk di sebuah pondok yang dibikin khusus baginya.
Ummu Salamah datang memberikan daging panggang kepada Rasulullah, lalu dimakannya. Ia lalu memberikan air anggur, lalu diminumnya. Salah seorang yang hadir lalu meminumnya dan sisanya diminum oleh Abdullah bin Jahsy. Salah seorang bertanya kepadanya, "Tahukah kau, kemana perginya minumanmu itu esok?".
"Ya, aku lebih suka menemui Allah dalam keadaan puas daripada dalam keadaan dahaga," jawabnya seraya berdoa, "Ya Allah, aku mohon supaya aku memperoleh syahadah dalam jalanMu".
Menurut putera Sa'ad bin Abi Waqqash, ayahnya berkata,"pada waktu itu, sebelum Perang Uhud berkobar, Abdullah bin Jahsy bertanya, 'apakah tidak sebaiknya kami berdoa kepada Allah?".
Mereka masing-masing berdoa. Sa'ad berdoa,"Ya Allah, kalau kami bertemu musuh esok hari, pertemukanlah aku dengan seorang yang bertenaga kuat dan beremosi tinggi. Saya akan membunuhnya dan merampas miliknya".
Abdullah bin Jahsy berdoa,"Ya Allah, pertemukanlah aku esok dengan seorang yang kuat tenaganya dan tinggi emosinya. Aku akan membunuhnya karenaMu, lalu orang itu membunuhku, kemudian ia memotong hidung dan kedua telingaku. Apabila engkau bertanya kepadaku kelak, 'Ya Abdullah, mengapa hidung dan telingamu itu?'. Aku akan menjawab, 'Ia dipotong oleh orang karenaMu dan karena RasulMu semata-mata, Ya Allah'. Engkau lalu berfirman,'benar kau, Abdullah' ".
Selanjutnya, Sa'ad bin Abi waqqash berkata, "ternyata doa Abdullah bin Jahsy lebih baiik dari doaku. Pada keesokan harinya, menjelang hari berakhir, aku melihat kedua daun telinganya dan ujung hidungnya bergantung dengan seutas tali".
Begitulah cita-cita dan dambaan pengikut Muhammad berebut maju dalam medan perang, ingin mendapatkan salah satu diantara dua kebaikan; meninggikan kalimat Allah dan memenangkan agamaNya atau mati syahid.
Ternyata, doa mereka dikabulkan Allah Ta'ala, cita-citanya dipenuhi sesuai dengan firmanNya, "Berdoalah kepadaKu niscaya Aku akan memperkenankan bagimu". (Q,.s. al-Mukmin:60)
Allah Ta'ala sudah mengabulkan doa Abdullah bin Jahsy radhiallâhu 'anhu dan sudah berkenan menerimanya di sisiNya karena ia sudah menunaikan tugas kewajibannya dengan baik terhadap Tuhan, agama dan Rasulnya. Jadi, fungsinya dinyatakan selesai dan takdirNya sudah jatuh tempo. Akan tetapi, misi Sa'ad bin Abi Waqqash belum selesai, tugas kewajiban yang menantinya masih banyak dan panjang, menunggu penanganannya.
Seusai Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk menguburkan jenazah pamannya, Hamzah dan Abdullah dalam satu kubur dan memerintahkan Amru ibnul Jumuh dan Abdullah bin Umar bin Haram juga dalam satu kubur karena keduanya kawan karib di dunia.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Aku menjadi saksi mereka bahwa tidak terdapat luka di jalan Allah melainkan Allah akan melahirkan kembali lukanya itu berdarah di hari kiamat; warnanya seperti warna darah dan baunya seperti bau misk (kesturi)".
Sebab Turunnya Ayat
Menurut keterangan Ahli Tafsir (mufassirin), pada bulan Jumadil Akhir dua bulan sebelum Perang Badar berkobar, kira-kira tujuh belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengirimkan delapan orang Muhajirin dibawah pimpinan Abdullah bin Jahsy dengan pesan,
"Pergilah kau dengan Asma Allah dan janganlah kau buka suratku ini hingga engkau berjalan selama dua hari. Sesudah menempuh jarak itu barulah kau buka suratku itu dan bacakan kepada kawan-kawanmu. Setelah itu, teruskan perjalananmu sesuai perintahku. Janganlah ada diantara kawan-kawanmu itu yang pergi mengikuti karena dipaksa (terpaksa)".
Abdullah bin Jahsy berjalan selama dua hari, kemudian ia berhenti dan membuka surat Rasulullah itu.
"Bismillaahr-ahmaanirahiim. Amma ba'du, pergilah kau dengan kawan-kawan yang menyertaimu disertai keberkahan dari Allah hingga kau mencapai sebuah kebun kurma. Dari sana, kau bisa mengintai kegiatan kafilah Quraisy, lalu kau kembali membawa berita mereka".
Sesudah membaca isi surat itu, Abdullah berkata:"Sam'an wa thaa 'atan, aku mendengar dan patuh kepada perintahmu", lalu berkata kepada para pengikutnya, "Rasulullah melarang saya memaksa kalian ikut dalam misi ini".
Rombongan ini berjalan atas perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan dengan perlindungan Allah Ta'ala. Di suatu tempat bernama Bahran, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Utbah bin Ghazwan kehilangan ontanya. Keduanya pergi mencari ontanya itu hingga tertinggal oleh rombongannya. Abdullah bin Jahsy meneruskan perjalanannya sesuai petunjuk Rasulullah hingga mencapai sebuah perkebunan kurma. Tiba-tiba, mereka melihat kafilah Quraisy dikawal oleh Amru ibnul Hadhrami, Utsman ibnul Mughirah, dan saudaranya; Naufal dan al-Hakam bin Kisan.
Para shahabat itu bermusyawarah tentang mereka. Salah seorang berkata, "kalau kalian membiarkan mereka pergi malam ini, mereka akan memasuki Tanah Haram dan kalian tidak bisa berbuat apa-apa. Akan tetapi, kalau kalian memerangi mereka, kita ada dalam bulan haram?". Pada waktu itu, mereka ada di akhir bulan Rajab.
Mereka ragu-ragu dan takut menindaknya. Tapi akhirnya, mereka memberanikan dan memutuskan untuk memeranginya dengan sekuat-kuatnya. Salah seorang dari shahabat itu lalu melepaskan anak panah kepada Amru ibnul Hadhrami dan tewaslah ia seketika. Mereka berhasil menawan Utsman ibnul Mughirah dan al-Hakam bin Kisan, sedangkan Naufal dan saudaranya Utsman, berhasil melarikan diri.
Menurut keterangan sebagian keluarga Abdullah bin Jahsy, pada waktu itu, Abdullah mengatakan kepada para shahabatnya itu, "Dua puluh persen dari kemenangan yang kita peroleh ini untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan sisanya dibagi diantara kita". Ini terjadi sebelum ketetapan 20% itu dikukuhkan oleh al-Qur'an.
Sesampainya rombongan di Madinah, Rasulullah bersabda kepada mereka, "Aku tidak memerintahkan kalian mengadakan peperangan di bulan haram", seraya menolak untuk mengambil bagiannya dari hasil kemenangan itu.
Abdullah bin Jahsy dan para shahabatnya bersedih hati karena telah bertindak di luar perintah. Lebih-lebih, setelah semua shahabat Rasulullah menyesalkan tindakannya itu. Belum lagi kampanye Quraisy yang diembus-embuskan dengan gencar, "Muhammad dan shahabatnya menghalalkan pertumpahan darah, perampasan hak milik dan penawanan orang di bulan haram".
Sesudah bicara orang dipusatkan pada soal itu, keputusan langit turun untuk mengesahkan dan sekaligus mengukuhkan tindakan Abdullah bin Jahsy dan kawan-kawannya itu,
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, 'berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjid Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan, berbuat fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya".
Ibnu Ishaq berkata, "sesudah ayat tersebut turun, legalah Abdullah dan kawan-kawannya, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mau menerima tawanan dan hasil rampasan perang itu. Setelah itu, datang perutusan dari kaum Quraisy untuk menebus Utsman dan al-Hakam bin Kisan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada perutusan itu, "Kami tidak akan menerima tebusan keduanya hingga shahabat kami datang, yakni: Sa'ad bin Abi Waqqash dan Utbah bin Ghazwan. Kami khawatir, kalian telah menangkap keduanya. Kalau kalian membunuh keduanya, kami juga akan membunuh shahabat kalian".
Tak lama, Sa'ad dan Utbah datang, lalu Rasulullah menyerahkan kedua tawanan itu kepada perutusan Quraisy itu".
Al-Hakam bin Kisan kemudian masuk Islam dengan baik dan tinggal bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam hingga syahid pada peristiwa Bi'ir Ma'unah. Utsman pulang kembali ke Mekkah dan mati dalam keadaan kafir. Adapun Naufal terjatuh bersama kudanya ke dalam lubang parit (khandaq ) sehingga tewas tertumbuk batu. Kaum Musyrikin meminta mayatnya dengan imbalan uang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Bawalah, karena mayatnya buruk dan tebusannya buruk".
Renungan
Di sebelah Baitullah al-Haram, rumah yang Allah jadikan daerah aman dan damai bagi hamba-hambaNya, menyambut doa bapak para nabi, Ibrahim 'alaihissalam , "Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa". (Q,.s. al-Baqarah: 126). Di sana, Asma', ibu Ammar dan Yasir, ayahnya, dibunuh dengan keji dan kejam, bukan karena berdosa tapi semata-mata karena keduanya menyatakan "Tuhan kami hanya Allah".
Di daerah yang Allah tetapkan sebagai daerah aman dan damai secara mutlak dari semua sengketa, peperangan dan pertengkaran, supaya mereka kembali sadar dan menginsafi apa yang tepat dan benar, hidup bersaudara dan berdampingan di dalam daerah itu, oleh kaum Quraisy dijadikan ajang pembunuhan sekelompok orang yang tiada berdaya dan berdosa.
Mereka dipaksa keluar dan menyimpang dari agamanya. Mereka dilarang mengikuti pelajaran yang diberikan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
Allah sudah menetapkan bahwa daerah Masjid al-Haram dan sekitarnya itu semacam daerah margasatwa, dimana burung-burung bebas beterbangan tanpa rasa takut, dimana hewan, manusia dan bahkan serangga bisa hidup berdampingan secara aman dan damai tanpa rasa takut satu dengan yang lainnya. Mengapa negeri yang telah ditetapkan menjadi daerah aman dan damai berubah menjadi daerah yang menakutkan dan penuh kengerian. Daerah bebas merdeka itu berganti menjadi daerah perbudakan, dimana kebebasan orang memilih agama dan hak mengamalkan keyakinannya dibatasi dan dihalang-halangi.
Menyambut seruan agama tauhid yang dikumandangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dicap sebagai kafir dan murtad karena keluar dari agama nenek moyang yang percaya kepada berhala-berhala ; Latta, 'Uzza dan Manat yang dideretkan di sekitar Ka'bah.
Allah telah menetapkan haram (suci)nya rumah itu sejak Ibrahim dan putranya Ismail 'alaihissalam membangunnya. Sejak saat itulah, Allah telah menetapkan daerah itu aman bagi semua orang dan sekalgus daerah haram mengadakan peperangan dan pembunuhan.
"(Dan) ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman…". (Q,.s. al-Baqarah: 125)
Rahmat dan nikmat yang dikaruniakan Alah kepada hambaNya itu oleh kaum Quraisy disulap bagi kaum mustadh'afin di daerah aman dan damai itu. Mereka dikejar dan disiksa, agamanya diejek dan dihina, keluarganya diganggu dan dianiaya.
Alasan palsu mereka diungkapkan oleh al-Qur'an,
"…jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu niscaya kami akan diusir dari negeri kami…". (Q,.s. al-Qashash:57)
Siapa selain mereka yang mampu melakukan tindak kejahatan di daerah itu? Siapa yang berani melanggar haram Allah seperti mereka?.
Memang pernah terjadi, Abrahah dengan pasukan gajahnya hendak menghancurkan Baitullah al-Haram itu. Ia dengan sombonnya datang sampai di pinggiran kota Mekkah. Semua nasehat dan peringatan orang tidak diindahkan. Kaum Quraisy tahu apa yang dikehendaki Abrahah. Mereka juga tahu kekeuatan pasukan Abrahah. Maka dari itu, mereka tidak berpikir hendak melindungi Ka'bah dari serangannya. Mereka melarikan diri ke luar kota Mekkah.
Abrahah kaget melihat sikap kaum Quraisy yang membiarkan kotanya terbuka, tidak dipertahankan sedikitpun. Malah, ia merasa heran ketika Abdul Muththalib, sesepuh kota Mekkah, datang menghadapnya untuk meminta ontanya dikembalikan dan tidak berbicara soal Baitullah sama sekali, hanya menjawab dengan jawaban yang tersohor itu, "onta itu milik saya sedangkan al-Bait itu ada Pemiliknya yang nanti akan melindunginya!".
Tak salah lagi dugaan Abdul Muthathlib, Tuhan al-Bait itu telah melindunginya dari serangan Abrahah dan pasukannya. Mereka yang hendak berbuat onar, hendak mengeruhkan suasana aman dan damai di daerah haram itu, dihukum.
"Dan, Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)". (Q,.s. al-Fiil: 3-5).
Kepandaian mereka bersilat lidah, "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu niscaya kami akan diusir dari negeri kami", langsung dipatahkan dengan firmanNya, "Dan, apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui". (Q,.s. al-Qashash:57).
Disamping menjadikan Mekkah sebagai daerah damai, Allah Ta'ala juga menjadikannya bulan-bulan haram sebagai masa-masa damai, tetapi bangsa Arab mempermainkan bulan-bulan itu sesuai dengan selera dan nafsu mereka. Adakalanya dipercepat dengan fatwa pimpinan agama atau kabilahnya yang kuat dari tahun ke tahun.
Sesudah Islam datang, ia menetapkan dengan tegas bahwa penundaan percepatan, dan perubahan dari ketetapan Allah itu hukumnya kafir, batil dan sesat,
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkan pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan, Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir". (Q,.s. at-Taubah:37) .
Jelaslah bahwa kaum Quraisy yang pertama merusak kelestarian daerah damai itu. Mereka mempermainkan pantangan pada bulan-bulan itu. Kaum Muslimin dijadikan bulan-bulanan karena agamanya; mereka dikejar-kejar, disiksa, diananiaya, dipecuti, dijemur diterik padang pasir, dan bahkan ada yang dibunuh karena tidak mau murtad dari Islamnya. Mereka lebih suka pergi berhijrah sesudah izin dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meninggalkan tanah air tercintanya, meninggalkan semua harta milik yang diperoleh dari hasil jerih payah seumur hidup, demi mempertahankan iman dan tauhidnya.
Sudah tentu kaum Muslimin akan menuntut balas kapan pun dan dimana pun terhadap gerombolan penjahat yang sesat itu. Tidak heran kalau luapan itu diledakkan oleh pasukan yang dipimpin Abdullah bin Jahsy sehingga menimbulkan korban tewas dan beberapa orang tertawan di kalangan Quraisy, seperti diutarakan di awal pembahasan.
Oleh kaum Quraisy, kejadian itu dimanfaatkan menarik simpati kabilah Arab dan sekaligus untuk memecah-belah barisan kaum Muslimin. Mereka menghasut bahwa pengikut Muhammad telah merobek-robek kehormatan bulan-bulan haram. Kampanye lihai mereka hampir berhasil memecah-belah barisan kaum Muslimin. Untunglah keputusan langit cepat turun, mengingatkan kaum Muslimin supaya tetap memelihara persatuan dan kesatuannya, dan supaya tidak menganggap remeh tindak-tanduk dan fitnah lawan-lawannya itu.
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, 'berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (mengahalangi masuk ke) Masjid al-Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan, berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". (al-Baqarah: 217) .
Demikianlah berita wahyu itu mengungkapkan tampang kaum Quraisy yang sebenarnya, bagaimana taktik dan strategi mereka menghadapi kaum Muslimin, mereka akan berusaha sekuat-kuatnya dengan segala cara, legal atau ilegal, halal atau haram, memaksa mereka menjadi kafir kembali.
Akan tetapi, kehendak Allah sudah menetapkan umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam yang konsekuen menjalankan ajaran agamanya akan dijadikan pemimpin dunia seluruhnya.
"Dan, demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasulullah (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..". (Q,.s. al-Baqarah: 143).
Memang secara keseluruhan, mental dan moral jamaah Islam dapat menahan diri dan menghindarkan diri dari godaan duniawi, menyambut dengan patuh titah peritah Allah Ta'ala, tidak melakukan penyerangan terhadap mereka yang telah mengusir keluar dari tanah airnya, yang merampas harta bendanya, dan yang tidak memperkenankan menunaikan manasik haji di Baitullah al-Haram. Mereka merasa gusar dan marah dalam hati atas sikap lawan-lawannya itu, namun mereka harus mampu menahan diri sesuai dengan petunjuk agamanya.
"…Dan, janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaNya". (Q,.s. al-Maidah: 2).
Kaum Muslimin menyambut dengan lapang dada dan sukacita ajaran yang digariskan langit itu. Mereka memelihara persatuannya, memadu kegiatannya, menaburkan bibit kebaikan dan ketakwaan dan menumpas kuman-kuman dan permusuhan. Dalam sekejap saja, dunai menyambut mereka bagai pemimpin dan guru dunia. Akan tetapi, mengapa cucu-cucu mereka kini berpaling hanya menjadi pengekor?. Bagaimana mereka telah menghilangkan landasan hidup yang mereka rintiskan? Allahumma ihdi qaumi. Wallâhu a'lam .

ABDULLAH BIN ABBAS

"Kyai Umat Ini"

Ibnu Abbas serupa dengan Ibnu Zubeir bahwa mereka sama-sama menemui Rasulullah dan bergaul dengannya selagi masih becil, dan Rasulullah wafat sebelum Ibnu Abbas mencapai usia dewasa. Tetapi ia seorang lain yang di waktu kecil telah mendapat kerangka kepahlawanan dan prinsip-prinsip kehidupan dari Rasuluilah saw. yang mengutamakan dan mendidiknya serta mengajarinya hikmat yang murni. Dan dengan keteguhan iman dan kekuatan akhlaq serta melimpahnya ilmunya, Ibnu Abbas mencapai kedudukan tinggi di lingkungan tokoh-tokoh sekeliling Rasul ....
Ia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah saw. Digelari "habar" atau kyahi atau lengkapnya "kyahi ummat", suatu gelar yang hanya dapat dicapainya karena otaknya yang cerdas, hatinya yang mulia dan pengetahuannya yang luas.
Dari kecilnya, Ibnu Abbbas telah mengetahui jalan hidup yang akan ditempuhnya, dan ia lebih mengetahuinya lagi ketika pada suatu hari Rasulullah menariknya ke dekatnya selagi ia masih kecil itu dan menepuk-nepuk bahunya serta mendu'akannya: -
"Ya Allah, berilah ia ilmu Agama yang mendalam dan ajarkanlah kepadanya ta'wil".
Kemudian berturut-turut pula datangnya kesempatan dimana Rasulullah mengulang-ulang du'a tadi bagi Abdullah bin Abbas sebagai saudara sepupunya itu ..., dan ketika itu ia mengertilah bahwa ia diciptakan untuk ilmu dan pengetahuan.
Sementara persiapan otaknya mendorongnya pula dengan kuat untuk menempuh jalan ini. Karena walaupun di saat Rasulullah shallallahu alaihi wasalam wafat itu, usianya belum lagi lebih dari tiga belas tahun, tetapi sedari kecilnya tak pernah satu hari pun lewat, tanpa ia menghadiri majlis Rasulullah dan menghafalkan apa yang diucapkannya....
Dan setelah kepergian Rasulullah ke Rafiqul A'la, Ibnu Abbas mempelajari sungguh-sungguh dari shahabat-shahabat Rasul yang pertama, apa-apa yang input didengar dan dipelajarinya dari Rasulullah saw. sendiri. Suatu tanda tanya (ingin mengetahui dan ingin bertanya) terpatri dalam dirinya.
Maka setiap kedengaran olehnya seseorang yang mengetahui suatn ilmu atau menghafaikan Hadits, segeralah ia menemuinya dan belajar kepadanya. Dan otaknya yang encer lagi tidak mau puas itu, mendorongnya nntuk meneliti apa yang didengarnya.
Hingga tidak saja ia menumpahkan perhatian terhadap mengumpulkan ilmu pengetahuan semata, tapi jnga untuk meneliti dan menyelidiki sumber-sumbernya.
Pernah ia menceritakan pengalamannya: -- "Pernah aku bertanya kepada tigapuluh orang shahabat Rasul shallallahu alaihi wasalam mengenai satu masalah". Dan bagaimana keinginannya yang amat besar untuk mendapatkan sesuatu ilmu, digambarkannya kepada kita sebagai berikut: -
"Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wasalam wafat, kakatakan kepada salah seorang pemuda Anshar: "Marilah kita bertanya kepada shahabat Rasulullah, sekarang ini mereka hampir semuanya sedang bekumpul?"
Jawab pemuda Anshar itu:
"Aneh sekali kamu ini, hai Ibnu Abbas! Apakah kamu kira orang-orang akan membutuhkanmu, padahal di kalangan mereka sebagai kan lihat banyak terdapat shahabat Rasulullah ... ?" Demikianlah ia tak mau diajak, tetapi aku tetap pergi bertanya kepada shahabat-shahabat Rasulullah.
Pernah aku mendapatkan satu Hadits dari seseorang, dengan cara kudatangi rumahnya kebetulan ia sedang tidur slang. Kubentangkan kainku di muka pintunya, lalu duduk menunggu, sementara angin menerbangkan debu kepadaku, sampai akhirnya ia bangun dan keluar mendapatiku. Maka katanya: -- "Hai saudara sepupu Rasulullah, apa maksud kedatanganmu? Kenapa tidak kamu suruh saja orang kepadaku agar aku datang kepadamu?" "Tidak!" ujarku, "bahkan akulah yang harus datang mengunjungi anda! Kemudian kutanyakanlah kepadanya sebuah Hadits dan aku belajar daripadanya ... !"
Demikianlah pemuda kita yang agung ini bertanya, kemudian bertanya dan bertanya lagi, lalu dicarinya jawaban dengan teliti, dan dikajinya dengan seksama dan dianalisanya dengan fikiran yang berlian. Dari hari ke hari pengetahuan dan ilmu yang dimilikinya berkembang dan tumbuh, hingga dalam usianya yang muda belia telah cukup dimilikinya hikmat dari orang-orang tua, dan disadapnya ketenangan dan kebersihan pikiran mereka, sampai-sampai Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab radhiallahu anhu menjadikannya kawan bermusyawarah pada setiap urusan penting dan menggelarkannya "pemuda tua" ... !
Pada suatu hari ditanyakan orang kepada Ibnu Abbas:
"Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini ... ?"
Jawabnya: -"Dengan lidah yang gemar bertanya, dan akal yang suka berfikir... !"
Maka dengan lidahnya yang selalu bertanya dan fikirannya yang tak jemu-jemunya meneliti, serta dengan kerendahan hati dan pandainya bergaul, jadilah Ibnu Abbas sebagai "kyahi ummat ini".
Sa'ad bin Abi Waqqash melukiskannya dengan kalimat-kalimat seperti ini :-
Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti, lebih tajam berfikir dan lebih banyak dapat menyerap ilmu dan lebih luas sifat santunnya dari Ibnu Abbas ... ! Dan sungguh, kulihat Umar memanggilnya dalam urusan-urusan pelik, padahal sekelilingnya terdapat peserta Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka tampillah Ibnu Abbas menyampaikan pendapatnya, dan Umar pun tak hendak melampaui apa katanya!"
Ketika membicarakannya, Ubaidillah bin 'Utbah berkata:-
"Tidak seorang pun yang lebih tahu tentang Hadits yang diterimanya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam daripada Ibnu Abbas... !
Dan tak kulihat orang yang lebih mengetahui tentang putusan Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam pengadilan daripadanya ... ! Begitu pula tak ada yang lebih mendalam pengertiannya daripadanya ....
Sungguh, ia telah menyediakan waktu untuk mengajarkan fiqih satu hari, tafsir satu hari, riwayat dan strategi perang satu hari, syair satu hari, dan tarikh serta kebudayaan bangsa Arab satu hari ....
Serta tak ada yang lebih tahu tentang syair, bahasa Arab, tafsir -Quran, ilmu hisab dan seal pembagian pusaka daripadanya ... ! Dan tidak seorang alim pun yang pergi duduk ke dekatnya kecuali hormat kepadanya, serta tidak seorang pun yang bertanya, kecuali mendapatkan jawaban daripadanya... !"
Seorang Muslim penduduk Bashrah melukiskannya pula sebagai berikut: -- (Ibnu Abbas pernah menjadi gubernur di sana, diangkat oleh Ali)
"Ia mengambil tiga perkara dan meninggalkan tiga perkara ....
1.Menarik hati pendengar apabila ia berbicara.
2.Memperhatikan setiap ucapan pembicara.
3.Memilih yang teringan apabila memutuskan perkara.
1.Menjauhi sifat mengambil muka.
2.Menjauhi orang-orang yang rendah budi.
3.Menjauhi setiap perbuatan dosa.
Sebagaimana kita telah paparkan bahwa Ibnu Abbas adalah orang yang menguasai dan mendalami berbagai cabang ilmu.
Maka ia pun menjadi tepatan bagi orang-orang pang mencari ilmu, berbondong-bondong orang datang dari berbagai penjuru negeri Islam untuk mengikuti pendidikan dan mendalami ilmu pengetahuan.
Di samping ingatannya yang kuat bahkan luar biasa itu, Ibnu Abbas memiliki pula kecerdasan dan kepintaran yang Istimewa.
Alasan yang dikemukakannya bagaikan cahaya matahari, menembus ke dalam kalbu menghidupkan cahaya iman ....Dan dalam percakapan atau berdialog, tidak saja ia membuat lawannya terdiam, mengerti dan menerima alasan yang dikemukakannya, tetapi juga menyebabkannya diam terpesona, karena manisnya susunan kata dan keahliannya berbicara ... !
Dan bagaimana pun juga banyaknya ilmu dan tepatnya alasan tetapi diskusi atau tukar fikiran itu ... ! Baginya tidak lain hanyalah sebagai suatu slat yang paring ampuh untuk mendapatkan dan mengetahui kebenaran ... !
Dan memang, telah lama ia ditabuti oleh Kaum Khawarij karena logikanya yang tepat dan tajam! Pada suatu hari ia diutus oleh Imam Ali kepada sekelompok besar dari mereka. Maka terjadilah di antaranya dengan mereka percakapan yang amat mempesona, di mana Ibnu Abbas mengarahkan pembicaraan serta menyodorkan alasan dengan cara yang menakjubkan. Dari percakapan yang panjang itu, kita cukup mengutip cupIikan di bawah ini: -
Tanya Ibnu Abbas: -- "Hal-hal apakah yang menyebabkan tuan-tuan menaruh dendam terhadap Ali ... ?"
Ujar mereka: -"Ada tiga hal yang menyebabkan kebencian kami padanya: -
Pertama dalam Agama Allah ia bertahkim kepada manusia, padahal Allah berfirman: '"Tak ada hukum kecuali bagi Allah ... !')
Kedua, ia berperang, tetapi tidak menawan pihak musuh dan tidak pula mengambil barta rampasan. Seandainya pihak lawan itu orang-orang kafir, berarti harta mereka itu halal. Sebaliknya bila mereka orang-orang beriman maka haramlah darahnya ... !)
Dan ketiga, waktu bertahkim, ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu'minin dari dirinya demi mengabulkan tuntutan lawannya. Maka jika ia sudah tidak jadi amir atau kepala bagi orang-orang Mu'min lagi, berarti ia menjadi kepala bagi orang-orang kafir... !"3)
Lamunan-lamunan mereka itu dipatahkan oleh Ibnu Abbas, katanya: -- "Mengenai perkataan tuan-tuan bahwa ia bertahkim kepada manusia dalam Agama Allah, maka apa salahnya ... ?
Bukankah Allah telah berfirman:
"Hai orang-orang beriman! Janganlah halian membunuh binatang buruan, sewaktu halian dalam ihram! Barang siapa di antara kalian yang membunuhnya dengan sengaja, maka hendaklah ia membayar denda berupa binatang ternak yang sebanding dengan hewran yang dibunuhnya itu, yang untuk menetapkannya diputuskan oleh dua orang yang adil di antara kalian sebagai hahimnya ... !" (Q.S. 5 al-hlaidah: 95)
Nah, atas nama Allah cobalah jawab: "Manakah yang lebih penting, bertahkim kepada manusia demi menjaga darah kaum Muslimin, ataukah bertahkim kepada mereka mengenai seekor kelinci yang harganya seperempat dirham ... ?"
Para pemimpin Khawarij itu tertegun menghadapi logika tajam dan tuntas itu. Kemudian "kyai ummat ini" melanjutkan bantahannya: -
"Tentang ucapan tuan-tuan bahwa ia perang tetapi tidak melakukan penawanan dan merebut harta rampasan, apakah tuan-tuan menghendaki agar ia mengambil Aisyah istri Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dan Ummul Mu'minin itu sebagai tawanan, dan pakaian berkabungnya sebagai barang rampasan ... ?"
Di sini wajah orang-orang itu jadi merah padam karena main, lain menutupi muka mereka dengan tangan ...,sementara Ibnu Abbas beralih kepada soal yang ketiga katanya: -
"Adapun ucapan tuan-tuan bahwa ia rela menanggalkan sifat Amirul Mu'minin dari dirinya sampai selesainya tahkim, maka dengarlah oleh tuan-tuan apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam di hari Hudaibiyah, yakni ketika ia mengimlakkan surat perjanjian yang telah tercapai antaranya dengan orang-orang Quraisy. Katanya kepada penuiis: "Tulislah: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad Rasulullah ... ". Tiba-tiba utusan Qnraisy menyela: 'Demi Allah, seandainya kami mengakuimu sebagai Rasulullah, tentulah kami tidak menghalangimu ke Baitullah dan tidak pula akan memerangimu ... ! Maka tulislah:
Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !"
Kata Rasulullah kepada mereka: "Demi Allah, sesungguhnya saya ini Rasulullah walaupun kamu tak hendak mengakuinya…"
Lalu kepada penulis surat perjanjian itu diperintahkannya:
"Tulislah apa yang mereka kehendaki! Tulis: Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah ... !"
Demikianlah, dengan cara yang menarik( dan menakjubkan ini, berlangsung soal jawab antara Ibnu Abbas dan golongan Khawarij, hingga belum lagi tukar fikiran itu selesai, duapuluh ribu orang di antara mereka bangkit serentak, menyatakan kepuasan mereka terhadap keterangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus memaklumkan penarikan diri mereka dari memusuhi Imam Ali... !
Ibnu Abbas tidak saja memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuan semata, tapi di samping itu ia memiliki pula kekayaan yang lebih besar lagi, yakni etika ilmu serta akhlak para ulama. Dalam kedermawanan dan sifat pemurahnya, Ia bagaikan Imam dengan,panji-panjinya. Dilimpah-ruahkannya harta bendanya kepada manusia, persis sebagaimana ia melimpah ruahkan ilmunya kepada mereka....
Orang-orang yang sesama dengannya, pernah menceritakan dirinya sebagai berikut: -- "Tidak sebuah rumah pun kita temui yang lebih banyak makanan, minuman buah-buahan, begitupun ilmu pengetahuannya dari rumah Ibnu Abbas ... !"
Di samping itu ia seorang yang berhati suci dan berjiwa bersih, tidak menaruh dendam atau kebencian kepada siapa juga.
Keinginannya yang tak pernah menjadi kenyang, ialah harapannya agar setiap orang, baik yang dikenalnya atau tidak, beroleh kebaikan...!
Katanya mengenai dirinya: -
"Setiap aku mengetahui suatu ayat dari kitabullah, aku berharap kiranya semua manusia mengetahui seperti apa yang kuketahui itu ... ! Dan setiap aku mendengar seorang hakim di antara hakim-hakim Islam melaksanakan keadilan dan memutus sesuatu perkara dengan adil, maka aku merasa gembira dan turut mendu'akannya ..., padahal tak ada hubungan perkara antaraku dengannya ... ! Dan setiap aku mendengar turunnya hujan yang menimpa bumi Muslimin, aku merasa berbahagia, padahal tidak seekor pun binatang ternakku yang digembalakan di bumi tersebut...!"
Ia seorang ahli ibadah yang tekun beribadat dan rajin bertaubat ..., sering bangun di tengah malam dan shaum di waktu siang, dan seolah-olah kedua matanya telah hafal akan jalan yang dilalui oleh air matanya di kedua pipinya, karena seringnya ia menangis, balk di kala ia shalat maupun sewaktu membaca alquran ....Dan ketika ia membaca ayat-ayat alquran yang memuat berita duka atau ancaman, apalagi mengenai maut dan saat dibangkitkan, maka isaknya bertambah keras dan sedu sedannya menjadi-jadi ... !
Di samping semua itu, ia juga seorang yang berani, berfikiran sehat dan teguh memegang amanat ... ! Dalam perselisihan yang terjadi antara Ali dan Mu'awiyah, ia mempunyai beberapa pendapat yang menunjukban tingginya kecerdasan dan banyaknya akal serta siasatnya .... Ia lebih mementingkan perdamaian dari peperangan, lebih banyak berusaha dengan jalan lemah lembut daripada kekerasan, dan menggunahan fikiran daripada paksaan...!
Tatkala Husein radhiallahu anhu bermaksud hendak pergi ke Irak untuk memerangi Ziad dan Yazid, Ibnu Abbas menasehati Husein, memegang tangannya dan berusaha sekuat daya untuk menghalanginya. Dan tatkala ia mendengar kematiannya, ia amat terpukul, dan tidak keluar-keluar rumah karena amat dukanya.
Dan di setiap pertentangan yang timbul antara Muslim dengan Muslim tak ada yang dilakukan oleh Ibnu Abbas, selain mengacungkan bendera perdamaian, beriunak lembut dan melenyapkan kesalah-pahaman
Benar ia ikut tejun dalam peperangan di pihak Imam Ali terhadap Mu'awiyah, tetapi hal itu dilakukannya, tiada lain hanyalah sebagai tamparan keras yang wajib dilakukan terhadap penggerak perpecahan yang mengancam keutuhan Agama dan kesatuan ummat... !
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, dipenuhi dunianya dengan ilmu dan hikmat, dan disebarkan di antara ummat buah nasehat dan ketaqwaannya - · · · Dan pada usianya yang ketujuhpuluh satu tahun, ia terpanggil untuk menemui Tuhannya Yang Maha Agung · - · · Maka kota Thaif pun menyaksikan perarakan besar, di mana seorang Mu'min diiringkan menuju surganya.
Dan tatkala tubuh kasamya mendapatkan tempat yang aman dalam kuburnya, angkasa bagai berguncang disebabkan gema janji Allah yang haq:
"Wahai jiwa yang aman tenteram! Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dalam keadaan ridla dan diridlai. Maka masuklah ke dalam lingkungan hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surgaKu.

Mau Tukar Link? Copy/paste code HTML berikut ke blog anda.

Kisah Sahabat

Silahkan tambahkan sendiri Link Banner para sobat dengan cara menulis alamat URL site dan alamat URL banner ke dalam kolom di bawah ini.
Powered By Blogger

Pengikut

FEEDJIT Live Traffic Feed

  © Blogger template 'Isfahan' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP