Rabu, 12 Mei 2010

Nasihat Rakyat kepada Pemimpin

Abu Nu'am mengeluarkan dari Muhammad bin Suqah, dia berkata, "Aku menemui Nu'aim bin Abu Hindun, yang kemudian dia mengeluarkan selembar kertas, yang di atasnya tertulis:

"Dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Mu'adz bin Jabal, kepada Umar bin Al-Khaththab. Kesejahteraan semoga dilirnpahkan kepadamu. Amma ba'd.

Kami nasihatkan kepadamu, sehubungan dengan tugasmu yang amat penting ini. Kini engkau sudah menjadi pemimpin ummat ini, apa pun warna kulitnya. Di hadapanmu akan duduk orang yang mulia dan yang hina, musuh dan teman. Masing-masing harus engkau perlakukan secara adil. Maka pikirkan kedudukanmu dalam hal ini wahai Umar. Kami ingin mengingatkan kepadamu tentang suatu hari yang pada saat itu wajah-wahaj manusia akan mengisut, wajah mengering dan hujjah-hujjah akan terputus karena ada hujjah Sang Penguasa yang memaksa mereka dengan kekuasaan-Nya. Semua makhluk akan dihimpun di hadapan-Nya, mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya.

Kami juga ingin memberitahukan bahwa keadaan umat ini akan muncul kembali pada akhir zaman, yang boleh jadi mereka akan menjadi saudara di luarnya saja, padahal mereka adalah musuh dalam selimut. Kami berlindung kepada Allah agar surat kami ini tiba di tanganmu bukan di suatu tempat seperti yang turun pada hati kami. Kami perlu menulis surat ini sekedar untuk memberikan nasihat kepadamu. wassalamu alaika."

(Al-Hilyah, 1:238, Ibnu Abi Syaibah juga mengeluarkannya, seperti yang disebutkan di dalam Al-Kanzu, 8:209, Ath-Thabrany seperti di dalam Al-Majma', 5:214, dan menurutnya, rijalnya tsiqat).

Zaid bin Haritsah; Sosok Kesayangan Nabi saw, Gagah Berani, Perisai Nabi saw dan Panglima 7 Perang Gerilya

Beliau bernama Zaid bin Haritsah –semoga Allah meridloinya-, dan sebelum Nabi saw diangkat menjadi Rasul bernama Zaid bin Muhammad.
Ibunya Su’di binti Tsa’labah pernah membawanya berziarah kerumah salah seorang keluarganya di bani Ma’an, saat itu beliau berumur 8 tahun, saat dia tinggal ditengah kaumnya secara tiba-tiba penduduk Ma’an diserang oleh sekelompok orang yang memusuhi mereka, hingga akhirnya mereka kalah dan menjadi tawanan termasuk Zaid, lalu ibunya kembali ke rumahnya (suaminya) sendirian dan tidak pernah mendengar kembali berita tentang Zaid hingga terus mencarinya karena rindu atasnya, membawa tongkat diatas pundaknya, berjalan mengitari perumahan menyusuri padang pasir, bertanya ke setiap kabilah dan kafilah yang lewat tentang anaknya dan buah hatinya, dan pada saat musim haji dan perdagangan tiba, orang-orang dari kabilah Haritsah pergi kesana dan bertemu dengan Zaid di Mekkah, dan mereka menceritakan keadaan kedua orang tuanya dan Zaid menceritakan kejadian yang sebenarnya; bagaimana Banu Al-Qayn menyerang kabilah ibunya dan mereka menahannya, kemudian dijual di pasar Ukaz kepada seseorang dari Quraisy yang bernama Hakim bin Huzam bin Khuwailid, kemudian dihadiahkan kepada bibinya Khadijah binti Khuwailid dan diserahkan kembali ke suaminya Muhammad bin Abdullah, maka beliaupun menciumnya dan memeluknya. Kemudian berkata kepada para hujjaj dari kaumnya : berikanlah kabar ini kepada bapak dan ibu saya bahwa saya berada dalam asuhan orang tua yang paling mulia.
Setelah rombongan kembali dari Mekkah mereka menceritakan perihal Zaid kepada orang tuanya, namun Haritsah sama sekali tidak mengetahui tempat tinggal anaknya sampai dia dan saudaranya memutuskan untuk pergi ke Mekkah dan bertanya tentang Muhammad bin Abdullah, dikatakan kepadanya : bahwa dia (Muhammad) berada di Ka’bah, -saat itu nabi belum diangkat menjadi Rasul- maka keduanya masuk ke rumah tersebut dan berkata : Wahai putra Abdul Mutthalib, wahai putra dari kaum yang mulia, kalian adalah penduduk yang menjaga rumah Allah dan tetangga darinya, pembebas orang yang kesusahan, pemberi makan orang yang ditawan, kami datang untuk mencari anak kami, maka kabulkanlah permohonan kami, dan berikanlah kebaikan dalam menebusnya, maka nabipun memberikan pilihan kepada Zaid, maka Nabi berkata kepada keduanya : “Panggilah Zaid, berikan kebebasan kepadanya untuk memilih, jika dia memilih kalian maka dia milikmu tanpa ada tebusan, namun jika dia memilih saya maka demi Allah tidaklah saya orang yang memilih kepada saya mengiginkan tebusan”.
Maka Haritsah bergembira atas perkataan Nabi, kemudian dia berkata kepadanya : sudikah engkau memberitahukan asal-usul kami, memberi bekal kepada kami dan memberikan kebaikan kepada kami. Setelah Zaid tiba, nabi bertanya kepadanya : tahukah engkau siapa mereka ? Zaid berkata : ya, dialah Bapakku, dan yang satu lagi Pamanku, kemudian Rasul berkata kepada Zaid : adapun Saya, Engkau telah mengetahui dan melihat, sebagai teman bagimu, apakah engkau memilih saya atau mereka ? Zaid berkata : saya bukanlah orang yang engkau paksa untuk memilih, engkau dihadapan saya memiliki kedudukan sebagai Bapak dan Paman. Saat itu pula Bapaknya dan Pamannya kaget dan tercengang lalu berkata : celaka engkau wahai Zaid, apakah engkau lebih memilih menjadi budak daripada merdeka di tengah orang tuamu dan pamanmu serta keluargamu. Zaid berkata : benar, saya telah mengetahui perihal orang ini yang saya tidak memilih seorangpun selainnya”.
Setelah Rasulullah saw melihat kejadian tersebut beliau sangat bergembira hingga air matanya menetes lalu menarik Zaid dan kaluar dari batu Ka’bah mengelilngi orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul, lalu berseru : “Saksikanlah mulai saat ini Zaid adalah anakku, dia berhak menjadi ahli waris dariku dan aku berhak menjadi ahli waris darinya”. (Ibnu Hajar). Setelah Bapak dan Pamannya melihat kejadian tersebut keduanya pasrah. Dan semenjak itu pula Zaid di Mekkah tidak dipanggil oleh seseorang kecuali dengan menyebut Zaid bin Muhammad, kemudian setelah Nabi diangkat menjadi Rasul, Zaid ikut masuk Islam dan menjadi orang kedua yang pertama masuk Islam, sedangkan Rasulullah saw sangat mencintai dan menyayangi beliau.
Setelah Rasulullah saw mengizinkan para sahabatnya berhijrah ke Madinah Zaid ikut serta berhijrah, dan Rasulullah saw mempersaudarkannya dengan Asid bin Khadir, dan pada saat itu Zaid masih dipanggil dengan Zaid bin Muhammad hingga turun firman Allah SWT : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”. (Al-Ahzab:5), maka saat itu pula Zaib dipanggil nama dengan Zaid bin Haritsah, dan Rasulullah saw menikahkannya dengan tuannya Ummu Aiman dan melahirkan anak yang bernama Usamah bin Zaid, kemudian menikahkannya kembali dengan putri pamannya Zainab binti jahsy, namun kehidupan berlangsung tidak harmonis sehingga Zaid pergi menghadap Rasulullah saw mengadukan hal tersebut, maka Rasulullah saw memerintahkannya untuk menahannya dan bersabar atasnya, namun Allah SWT memeirntahkan kepada Rasul-Nya untuk menceraikan Zainab dari Zaid kemudian beliau menikahi mantan istri dari Zaid, yang demikian untuk menghilangkan persepsi kebiasaan mengadopsi anak yang telah menjadi adat dikalangan jahiliyah, bahwa pada waktu itu anak angkat diperlakukan seperti anak sendiri, Allah berfirman : “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang telah Allah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya : “Tahanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang telah allah menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedamg Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia, supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawani) istri-istri anak-anak angkat mereka, jika anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. (Al-Ahzab:37)
Dan cukuplah bagi Zaid mendapatkan kebanggaan namanya dicantumkan dalam Al-Qur’an Al-Karim, dan kemudian Rasulullah saw menikahkan beliau dengan Ummi Kultsum binti Uqbah.
Zaid merupakan seorang panglima perang yang gagah berani, dan terbaik dalam membidik panah, ikut dalam perang Badr, dan menjadi perisai terhadap tubuh Nabi saat perang Uhud, ikut dalam perang Khandak, perjanjian Hudaibiyah, penaklukan Khaibar, dan perang Hunain, dan Rasulullah saw menjadikan sebagai panglima dalam 7 kali perang gerilya : Al-jumu’, Al-thorf, al-‘aish, hismi dan lain-lainnya, Aisyah pernah berkata tentangnya : “Rasulullah saw tidak pernah sama sekali mengutus bala tentara kecuali mengangkat Zaid sebagai panglimanya”.
Saat tentara Romawi mengubah perbatasan negara Islam dan menjadikan Syam sebagai pusat pemerintahan mereka; Rasulullah saw mengirim pasukan ke daerah Balqo di bagian negara Syam, dan memberikan wejangan dan pesan kepada para prajuritnya setelah menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin pasukan, beliau bersabda : “jika Zaid terluka (syahid) maka penggantinya adalah Ja’far bin Abu Tholib, dan jika Ja’far terluka maka penggantinya adalah Abdullah bin Rowahah”. (Ibnu Ishaq).
Setelah pasukan muslim berjalan dan saat tiba disamping kota yang bernama mu’tah, pasukan muslim bertemu dengan pasukan Romawi yang jumlahnya melebihi 200 ribu tentara, hingga terjadilah peperangan yang sengit, dan Zaid dengan gagah maju ke tengah pasukan musuh tidak mengindahkan jumlah dan perlengkapan mereka, dengan mengayunkan pedangnya ke kiri dan ke kanan sambil membawa bendera di tangan yang lainnya, dan ketika pasukan musuh melihat keberanian beliau mereka menikamnya dari belakang hingga akhirnya beliau menemui syahidnya sambil memegang bendera tersebut, dan Rasulullah saw pun berdo’a untuknya : “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian, sungguh (Zaid) telah menemui cita-citanya untuk masuk surga”. (Ibnu Sa’ad).

Jumat, 23 April 2010

Amir yang Selamat dari Adzab Allah Ta'ala

Ditakhrijkan oleh At-Thabrani dari Abu Wail Shaqiq bin Salamah sesungguhnya Umar bin Khathab ra. telah melantik Bashar bin Asim ra. untuk memungut zakat penduduk Hawazin. Bashar ra. telah melewat-lewatkan kepergiannya lalu beliau telah ditemui oleh Umar ra. dan telah berkata kepadanya, "Apakah yang telah menyebabkanmu terlambat?". Adakah kamu tidak mendengar dan thaat kepada perintah kami?". Bashar ra. berkata, "Tidak, melainkan aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa yang menjadi ketua bagi sesuatu urusan kaum Muslimin, maka ia akan datang pada hari kiamat sehingga ia akan berdiri di atas sebuah jembatan Neraka. Jika ia telah melakukan kebaikan, ia akan selamat. Jika telah melakukan kejahatan, jembatan itu akan runtuh lalu ia akan terjatuh ke dalam api Neraka tersebut selama tujuh puluh tahun".



Abu Dzar ra. telah berkata kepada Umar ra. "Adakah kamu telah mendengar sesuatu dari Rasulullah SAW?" Umar ra. pun menjawab. "Tidak". Abu Dzar ra. berkata, "Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

'Barangsiapa yang bertanggungjawab ke atas urusan kaum Muslimin, ia akan datang pada hari kiamat sehingga ia akan berdiri di atas sebuah jembatan neraka. Jika beliau melakukan melakukan kebaikan dalam tanggungjawabnya ia akan selamat. Jika sebaliknya jembatan itu akan rubuh dan ia akan tejatuh ke dalam neraka itu selama tujuh puluh tahun dan Neraka itu amat gelap dan hitam'.

Maka hadis yang mana satukah yang lebih menggetarkan hatimu?". Umar ra. mejawab, "Kedua-duanya. Oleh itu adakah sesiapa yang mau mengambil jabatan Khalifah ini?". Abu Dzar ra. pun berkata, "Hanya orang yang hidungnya telah terpotong dan pipinya telah dilekapkan diatas tanah yang akan mengambil alih jabatan ini. Adapun aku tidak mengetahui melainkan jabatan Khalifah ini baik untuk mu. Karena jika kamu memberikan jabatan Khalifah ini kepada seseorang yang tidak akan berlaku adil, kamu juga akan menanggung dosa bersama dengannya".

Sebagaimana dalam kitab At-Targhib. Ditakhrijkan juga oleh Abdul Razak, Abu Nu'aim Abu Said An-Naqashi, Al-Baghowi dan Ad-Daruqutni dari jalur Sawid sebagaimana dalam kitab Al-Kanz. Ditakhrijkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Mundah dari selain galur Sawid sebagaimana dalam kitab Al-Isobah.

Yang Layak Menjadi Amir

Telah ditakhrijkan oleh At-Tirmidzi dan di hasankannya, Ibmu Majah, Ibnu Hibban dan lafadznya oleh Bukhari dari Abu Hurairah ra. katanya, Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam telah mengutus satu jema'ah yang terdiri dari beberapa orang. Sebelum mengutus mereka keluar, Rasulullah SAW telah mendengarkan bacaan Al-Qur'an dari setiap orang dari mereka. Baginda SAW telah mendatangi seorang lelaki yang paling muda di antara mereka lalu bertanya, "Adakah kamu menghafal Al-Qur'an?". Lelaki itu menjawab, "Ya, aku hafal beberapa surah dan surah Al-Baqarah". Rasulullah SAW bertanya lagi, "Apakah kamu hafal surah Al-Baqarah?". Pemuda itu menjawab, "Ya". Rasulullah SAW pun bersabda, "Pergilah, kamu adalah amir mereka". Seorang lelaki dari kalangan mereka berkata, "Demi Allah! Kami takut untuk menghafalnya sekiranya kami terpaksa mengamalkannya". Rasulullah SAW telah bersabda, "Belajarlah Al-Qur'an dan bacalah ia, karena sesungguhnya perumpamaan Al-Qur'an itu bagi sesiapa yang mempelajarinya dan membacanya adalah seperti kasturi yang tersebar baunya di setiap tempat. Barang siapa yang mempelajarinya dan menyimpannya adalah seumpama tempat penyimpanan yang mengandung kasturi yang tertutup".

Sebagaimana dalam kitab At-Targhib.

Ditakhrijkan oleh Al-Hakim dalam kitab Al-Kunya dari Asy-Sya'shy seumpamanya katanya, Umar bin Khathab telah berkata, "Tunjukkanlah kepadaku seorang lelaki yang patut akulantik sebagai amir untuk menguruskan hal ihwal kaum Muslimin?". Mereka menjawab, "Abdul Rahman bin Auf (ra)". Umar ra. berkata, "DIa seorang tua yang lemah". Mereka bertanya, "Siapakah yang kamu kehendaki?". Umar ra. menjawab,

Seorang lelaki, jika ia menjadi Amir mereka, ia menjadi seolah-olah orang biasa di antara mereka, dan apabila mereka ia tidak menjadi Amir mereka, ia seolah-olah adalah amir mereka.

Merekapun berkata, "Tidaklah kami ketahui seorangpun kecuali Ar-Rabi' bin Ziyad Al-Haris". Umar ra. pun berkata, "Kamu benar."

Sebagaimana dalam kitab Al-Kanz

Selasa, 20 April 2010

Kisah Sa'id bin Amir bin Huzaim Al-Jumahy

Abu Nu'aim mengeluarkan dari Khalid bin Ma'dan, dia berkata, "Umar bin Al-Kbaththab ra. mengangkat Sa'id bin Amir bin Huzaim ra. sebagai amir kami di Himsh. Ketika Umar datang ke sana, dia bertanya, "Wahai penduduk Himsh, apa pendapat kalian tentang Sa'id bin Amir, amir kalian?" Maka banyak orang yang mengadu kepada Umar ra. Mereka berkata, "Kami mengadukan empat perkara. Yang pertama karena dia selalu keluar rumah untuk menemui kami setelah hari sudah siang.' Umar ra. berkomentar, "Itu yang paling besar. Lalu apa lagi?' Mereka menjawab, "Dia tidak mau menemui seseorang jika malam hari." "Itu urusan yang cukup besar," komentar Umar ra. Lalu dia bertanya, "Lalu apa lagi?" Mereka menjawab, "Sehari dalam satu bulan dia tidak keluar dari rumahnya untuk menemui kami." "Itu urusan yang cukup besar," komentar Umar ra. Lalu dia bertanya, "Lain apa lagi?" Mereka menjawab, "Beberapa hari ini dia seperti orang yang akan meninggal dunia."

Kemudian Umar bin Al-Khaththab ra. mengkonfirmasi di antara Sa'id bin Amir ra. dan orang-orang yang mengadukan beberapa masalah tersebut. Saat itu Umar ra. berkata kepada dirinya sendiri, "Ya Allah, jangan sampai anggapanku tentang dirinya keliru pada hari ini." Lalu dia bertanya kepada orang-orang yang mengadu, "Sekarang sampaikan apa yang kalian keluhkan tentang diri Sa'id bin Amir ra.!'

"Dia selalu keluar rumah untuk menemui kami setelah hari sudah siang,' kata mereka. Sa'id menanggapi, "Demi Allah, sebenamya aku tidak suka untuk mengungkapkan hal ini. Harap diketahui, keluargaku tidak mempunyai pembantu, sehingga aku sendiri yang harus menggiling adonan roti. Aku duduk sebentar hingga adonan itu menjadi lumat, lalu membuat roti, mengambil wudhu', baru kemudian aku keluar rumah untuk menemui mereka."

Umar bertanya kepada mereka, "Apa keluhan kalian yang lain?" Mereka menjawab, 'Dia tidak mau menemui seorangpun pada malam hari." 'Lalu apa alibimu?' tanya Umar ra. kepada Sa'id bin Amir ra. "Sebenarnya aku tidak suka untuk mengungkapkan hal ini. Aku menjadikan siang hari bagi mereka, dan menjadikan malam hari bagi Allah."

"Apa keluhan kalian yang lain?" tanya Umar kepada mereka. Mereka menjawab, "Sehari dalam satu bulan dia tidak mau keluar dari rumahnya untuk menemui kami." "Apa alibimu? tanya Umar ra. kepada Said ra. "Aku tidak mempunyai seorang pembantu yang mencuci pakaianku, di samping itu, aku pun tidak mempunyai pakaian pengganti yang lain." Maksudnya, hari itu dia mencuci pakaian satu-satunya.

"Apa keluhan kalian yang lain?" tanya Umar kepada mereka. Mereka menjawab, "Beberapa hari ini dia seperti orang yang akan meninggal dunia." "Apa alibimu?" tanya Umar ra. kepada Sa'id ra. Sa'id ra. menjawab,

"Dulu aku menyaksikan terbunuhnya Hubaib Al-Anshary di Makkah. Aku lihat bagaimana orang-orang Quraish mengiris-iris kulit dan daging Hubaib ra. lalu mereka membawa tubuhnya ke tiang gantungan. Orang-orang Quraisy itu bertanya kepada Hubaib, 'Sukakah engkau jika Muhammad menggantikan dirimu saat ini?' Hubaib menjawab, 'Demi Allah, sekalipun aku berada di tengah keluarga dan anak-anakku, aku tidak ingin Muhamrnad Shallallahu Alaihi wa Sallam terkena duri sekalipun'. Kemudian dia berseru, 'Hai Muhammad, aku tidak ingat lagi apa yang terjadi pada hari itu'.

Sementara saat itu aku yang masih musyrik dan belum beriman kepada Allah Yang Maha Agung, tidak berusaha untuk menolongnya, sehingga aku beranggapan bahwa Allah ta'ala sama sekali tidak akan mengampuni dosaku. Karena itulah barangkali keadaanku akhir-akhir ini seperti orang yang akan meninggal dunia."

Umar bin Al-Khaththab ra. berkata, "Segala puji bagi Allah, karena firasatku tentang dirinya tidak meleset." Setelah itu Umar memberinya seribu dinar, seraya berkata, "Pergunakanlah uang ini untak menunjang tugas-tugasmu." Istri Sa'id ra. berkata kegirangan setelah menerima uang itu, 'Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kecukupan kepada kita atas tugas yang engkau emban ini." Sa'id bertanya kepada istrinya, "Apakah engkau mau yang lebih baik lagi? Kita akan memberikan uang ini kepada orang yang lebih membutuhkannya daripada kita. "Boleh," jawab istrinya. Lalu Sa'id memanggil salah seorang anggota keluarganya yang dapat dipercaya, dan dia memasukkan uang ke dalam beberapa bungkusan, seraya berkata, "Bawalah bungkusan ini dan berikan kepada janda keluarga Fulan, orang miskin keluarga Fulan, orang yang terkena musibah keluarga Fulan. Selebihnya disimpan, Istrinya bertanya, "Mengapa engkau tidak membeli seorang pembantu? Lalu untuk apa sisa uang itu?" Sa'id ra. menjawab, "Sewaktu-waktu tentu akan datang orang yang lebih membutuhkan uang itu.

(Al-Hilyah, 1:245)
Posted by azharjaafar

Rindu Rasulullah

Bilal bin Rabbah, sahabat Rasulullah SAW berkulit hitam namun berhati putih mempunyai banyak kenangan tersendiri pada lelaki mulia yang menjadi nabinya. Kenangan itu berkerak dan melekat dalam diri Bilal ra. sampai jauh setelah Rasulullah SAW wafat. Agar tak terkoyak moyak hatinya, Bilal ra. memutuskan untuk tak lagi adzan sepeninggal Rasulullah SAW. Sampai suatu ketika, rindu Bilal ra. tak tertahankan. Ia pun mengumandangkan adzan.

Kisah itu diawali dengan cerita Bilal ra. tentang mimpinya semalam. Lelaki asal Ethiopia itu, suatu malam bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya, Bilal bertemu dengan Rasulullah SAW. “Bilal, betapa rindu aku padamu,” kata Rasulullah SAW dalam mimpi Bilal.

Satu orang mendengar cerita Bilal ra. Tak berapa lama, orang pertama menceritakan mimpi Bilal ra. pada orang kedua. Orang keduapun bercerita pada orang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Menjelang sore, nyaris seluruh penduduk kota Madinah, kota yang sudah lama ditinggalkannya, tahu tentang mimpinya itu. Maka bersepakat penduduk Madinah, meminta Bilal ra. untuk adzan di masjid Rasulullah saat waktu shalat maghrib tiba.

Tak kuasa Bilal menolak keinginan sahabat-sahabatnya. Senja merah, angin sepoi dan langit bersih dari mega. Bilal mengumandangkan adzan. Penduduk Madinah tercekam kerinduan. Rasa dalam dada membuncah, detik-detik bersama Rasulullah, manusia tercinta terbayang kembali di pelupuk mata. Akhirnya, penduduk Madinah pun menitikkan air mata rindunya. Dan Bilal ra, tentu saja ia diharu biru rindu pada kekasihnya, nabi akhir zaman itu.
Posted by azharjaafar

Kamis, 08 April 2010

Kisah Shahabat yang Mulia Salman Al-Farisy

Pada kesempatan ini kami sengaja menyusun kisah Shahabat yang Mulia Salman Al-Farisy yang mana kisah beliau radhiyallahu ‘anhu sarat dengan faedah ilmu. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan tulisan ini bermanfaat untuk kami dan para pemuda khususnya dan kaum yang menginginkan kebenaran.

Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam yang telah menciptakan zaman yang silih berganti, yang di dalam zaman tersebut terdapat berbagai macam pelajaran yang perlu untuk diketahui bagi orang-orang yang berakal. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Amma ba’du:

Saudaraku –semoga Allah memberikan hidayah kepadaku dan kepada kalian- bahwa telah kita ketahui suatu prinsip dari berbagai macam prinsip, dan telah tersebar luas dikalangan masyarakat tentang suatu ungkapan bahwa "Pengalaman itu adalah guru yang terbaik".

Dan kita adalah termasuk para pemuda yang tentunya sudah pernah melalui masa-masa dan sudah memperoleh berbagai macam pengalaman, dimana pengalaman tersebut ada yang manis dan ada pula yang pahit, ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, dan ada yang sangat memuaskan dan ada pula yang kurang memuskan. Dari pengalaman-pengalam an tersebut otomatis akan memberikan nuansa bagi kita untuk berfikir lebih dewasa dan lebih jeli terhadap suatu perkara baru yang kita akan hadapi.

Maka pada kesempatan ini kami sengaja menyusun kisah Shahabat yang Mulia Salman Al-Farisy yang mana kisah beliau radhiyallahu ‘anhu sarat dengan faedah ilmu. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan tulisan ini bermanfaat untuk kami dan para pemuda khususnya dan kaum yang menginginkan kebenaran.

SALMAN AL-FARISI SEBUAH TELADAN BAGI PARA PEMUDA

Pada zaman dahulu ada seorang pemuda yang sangat cerdik dan sangat jeli terhadap suatu perkara, yang sangat perlu bagi kita mengambil ‘ibrah darinya. Dia adalah Salman Al-Farisy. Pada suatu ketika Salman A-Farisy bercerita kepada Ibnu Abbas [1], beliau berkata:

Aku adalah orang Persia negara Parsia, dan aku tinggal di suatu tempat yang bernama Asfahan di desa Jayyu Ayahku seorang tokoh di desaku dan aku adalah makhluk Allah yang paling dicintainya. Ia amat mencintaiku sehingga aku dipingit di dalam rumah sebagaimana anak gadis dipingit dalam rumah. Aku ketika itu beragama penyembah api dan aku memiliki tugas khusus menjaga api yang harus senatiasa menyala terus dan tidak boleh padam sesaatpun. Bapakku mempunyai ladang yang sangat luas, pada suatu saat bapakku tersibukkan dengan bangunan, sehinga berkata kepadaku: Anakku pada hari ini aku sibuk dengan bangunan ini hingga tidak mempunyai waktu untuk mengurusi ladangku. Oleh karena itu pergilah kamu ke ladang! Ayahku memerintahkan beberapa hal yang perlu aku kerjakan, kemudian berkata kepadaku: Jangan terlambat pulang kepdaku, engkau lebih berarti bagiku daripada ladangku dan engkau membuatku lupa segala urusan yang ada.

[SALMAN TERTARIK DENGAN AGAMA NASRANI]

Kemudian aku pergi menuju ladang bapakku seperti diperintahkan bapakku. Dalam perjalanan menuju ladang bapakku, aku melewati salah satu gereja milik orang-orang Nasrani, dan aku dengar suara-suara mereka ketika mereka beribadah di dalamnya. Aku tidak tahu banyak persoalan manusia, karena aku dipingit bapakku di rumah, ketika itu aku mendengar suara-suara mereka, aku masuk kepada mereka untuk melihat dari dekat apa yag mereka kerjakan di dalamnya. Ketika aku melihat mereka aku, aku kagum terhadap ibadah-ibadah mereka dan tertarik kepada kegiatan mereka. Aku berkata demi Allah, agama mereka ini lebih baik dari pada agama yang aku peluk. Demi Allah aku tidak akan tinggalkan mereka sampai matahari terbenam, aku membatalkan pergi ke ladang bapakku, aku berkata kepada mereka (orang-orang Nasrani tersebut): Agama ini berasal dari mana?" Mereka menjawab dari Syam. Setelah itu, aku pulang ke rumah dan ternyata bapakku mencariku, dan aku membuatnya tidak mengerjakan pekerjaannya. Ketika aku telah kembali kebapakku, bapakku berkata kepadaku: Anakku dari mana saja Engkau? Bukankah engkau telah berbuat perjanjian denganku? Aku berkta: Ayah aku tadi berjalan melewati orang-orang yang sedang mengerjakan beribadah di gereja mereka, kemudian aku kagum terhadap agama mereka yang aku lihat. Demi Allah aku berada di tempat mereka hingga matahari terbenam. Bapakku berkata: Anakku tidak ada kebaikan pada agama tersebut. Aku berkata tidak, demi Allah, agama tersebut lebih baik daripada agama kita. Setelah kejadian tersebut bapakku mengkhawatirkanku, ia ikat kakiku dan aku dipingit dalam rumahnya. Aku mengutus seseorang kepada orang-orang Nasrani dan aku katakan kepada mereka, jika ada rombongan dari Syam datang kepada kalian, maka beri kabar kepadaku tentang mereka. Tidak lama setelah itu, datanglah pedagang-pedagang Nasrani dari Syam, kemudian mereka menghubungiku. Aku katakan kepada mereka, jika mereka telah selesai memenuhi hajatnya dan hendak mau pulang ke negeri mereka, maka beri izin kepadaku untuk aku ikut bersama mereka.

[SALMAN KABUR DAN BERANGKAT KE SYAM]

Ketika para pedagang Nasrani, hendak kembali ke negerinya, orang-orang nasrani segera memberi kabar kepadaku tentang mereka, kemudian aku melepas rantai di kakiku dan aku pergi bersama mereka hingga sampai ke negeri Syam. Setelah tiba di Syam, aku bertanya, siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya? Mereka menjawab: Uskup di gereja, kemudian aku datang kepada Uskup tersebut dan berkata kepadanya, aku amat tertarik dengan agama ini. Jadi aku ingin bersamamu dan melayanimu di gerejamu dan agar bisa belajar bersamamu dan beribadah bersamamu. Uskup berkata masuklah! Aku pun masuk kepadanya, ternyata Uskup tersebut orang yang jahat. Ia mengajak ummat untuk bersedekah, namun ketika mereka telah mengumpulkan sedekahnya melalui dia, ia simpan untuk dirinya dan tidak menyerahkannya kepada orang-orang fakir miskin, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh peti penuh yang berisikan emas dan perak. Aku sangat marah kepadanya karena perbuatannya tersebut. Tidak lama kemudian Uskup tersebut mati. Orang-orang Nasrani berkumpul untuk mengurus jenazahnya, namun aku katakan kepada mereka: Sungguh orang ini telah berbuat jahat, ia menganjurkan kalian bersedekah, namun ketika kalian menyerahkan sedekah melaluinya, ia malah menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya sedikitpun kepada fikir miskin, mereka berkata: darimana engkau mengetahui ha ini? Aku katakan kepada mereka, mari aku tunjukan tempat penyimpanannya! Aku tunjukan tempat penyimpanan uskup tersebut kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan tujuh peti yang berisi penuh dengan emas dan perak. Ketika melihat ketujuh peti tersebut, mereka berkata: Demi Allah, kita tidak akan mengubur mayat uskup ini. Mereka menyalib Uskup tersebut dan melemparinya dengan batu. Setelah itu, mereka menunjuk orang lain untuk menjadi Uskup pengganti.

[SALMAN BERSAMA USKUP YANG SHOLIH]

Aku tidak pernah melihat orang yang sholat yang lebih mulia, lebih zuhud, lebih cinta kepada akhirat, lebih tekun di siang dan malam hari dari Uskup baru tersebut. Aku mencintai Uskup tersebut dengan cinta yang tidak ada duanya. Aku tinggal bersamanya lama sekali hingga kemudian ajal menjemputnya. Aku berkata kepadanya (sebelum dia wafat), sesungguhnya aku telah hidup bersamamu dan aku mencintaimu dengan cinta yang tidak ada duanya, sekarang seperti yang telah lihat keputusan Allah telah datang kepadamu, maka engkau titipkan aku kepada siapa (untuk belajar)? Uskup menjawab: Anakku, demi Allah aku tidak tahu ada orang yang seperti diriku. Manusia sudah banyak yang meninggal dunia, mengubah agamanya dan meninggalkan apa yang sebelumnya mereka kerjakan, kecuali satu orang di Al-Maushil, yaitu Si Fulan, ia seperti diriku. Pergilah engkau kepadanya!

[SALMAN BERSAMA USKUP DI AL-MAUSHIL]

Ketika Uskup tersebut telah meninggal dunia dan di kubur, aku pergi kepada Uskup Al-Maushil. Ketika sampai di sana, aku katakan kepadanya: Hai Fulan, sesungguhnya Uskup si Fulan telah berwasiat kepadaku ketika hendak wafat agar aku pergi kepadamu. Ia jelaskan kepadaku bahwa engkau seperti dia, Uskup tersebut berkata: Tinggallah bersamaku! Aku menetap bersamanya. Aku melihat ia sangatlah baik seperti cerita shahabatnya. Tidak lama kemudian Uskup tersebut wafat. Menjelang wafatnya, aku berkata kepadanya: Hai Fulan, sesungguhnya Uskup si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu dan sekarang keputusan Allah telah datang kepadamu seperti yang engkau lihat, maka kepada siapa engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahan kepadaku? Uskup berkata: Anakku demi Allah, aku tidak tahu ada orang seperti kita kecuali satu orang saja di Nashibin, yaitu Si Fulan. Pergilah kepadanya.

[SALMAN BERSAMA USKUP NASHIBIN]

Ketika Uskup tersebut wafat dan usai dikubur, aku pergi kepada Uskup Nashibin. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya dan apa yang diperintahkan dua shahabatku kepadanya. Ia berkata tinggallah bersamaku, aku tinggal bersamanya, dan aku dapati dia seperti dua shahabatku yang telah wafat. Aku tinggal bersama orang yang terbaik. Demi Allah tidak lama kemudian ia wafat. Menjelang kematiannya, aku berkata: Hai Fulan, sungguh Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang akan engkau perintahkan kepadaku? Uskup tersebut berkata: Anakku demi Allah, aku tidak tahu orang yang seperti kita dan aku perintahkan engkau pergi kepadanya kecuali satu orang di Ammuriyah wilayah Romawi. Ia sama seperti kita. Jika engkau mau, pergilah kepadanya, karena ia sama seperti kita.

[SALMAN PERGI KE USKUP AMMURIYAH]

Ketika Uskup Nashibin telah wafat dan dikuburkan, aku pergi kepada Uskup Ammuriyah. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya. Ia berkata: Tinggallah bersamaku! Aku tinggal bersama orang yang terbaik sesuai dengan petunjuk shahabat-shahabatny a dan perintah mereka. Aku bekerja (sambil belajar), sehingga aku memiliki beberapa lembu dan kambing-kambing, tidak lama kemudian, Uskup tersebut wafat, menjelang wafatnya aku bertanya kepadanya: Hai Si Fulan sungguh aku pernah tinggal bersama Si Fulan, kemudian ia berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan berwasiat agar aku pergi kepada engkau, maka kepada siapa engkau wasiatkan? Uskup berkata: Anakku, demi Allah, sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang aku bisa perintahkan kepada engkau untuk pergi kepadanya, namun telah dekat datangnya seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim –‘alaihis salam- dan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah diantara dua daerah yang berbatu dan diantara dua daerah tersebut terdapat pohon-pohon kurma., Nabi tersebut mempunyai tanda-tanda yang tidak bisa disembunyikan; ia memakan hadiah dan tidak memakan sedekah. Diantara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau bisa pergi kenegeri tersebut, pergilah engkau kesana!

[SALMAN PERGI KELEMBAH AL-QURO]

Setelah Uskup tersebut wafat dan di makamkan. Dan aku tetap tinggal di Ammuriyah hingga beberapa lama. Setelah itu, sekelompok pedagang berjalan melewatiku. Aku berkata kepada mereka: Bawalah aku kenegeri Arab, niscaya aku serahkan kambingku ini kepada kalian, mereka berkata: Ya, aku berikan lembu dan kambing-kambingku kepada mereka, dan mereka membawaku. Namun ketika tiba di lembah Al-Quro, mereka mendzolimiku. Mereka menjualku kepada orang Yahudi sebagai seorang budak. Kemudian aku tinggal bersama orang Yahudi tersebut, dan aku melihat kurma. Aku berharap kiranya negeri ini yang pernah diisyaratkan shahabatku.

[SALMAN TIBA DI MADINAH]

Disaat aku tinggal dengan orang Yahudi tersebut, tiba-tiba saudara misan orang Yahudi yang berasal dari Bani Quraidzah tiba dari Madinah. Ia membeliku dari orang Yahudi tersebut, dan membawaku ke Madinah, demi Allah, ketika aku melihat Madinah, persis seperti yang dijelaskan shahabatku. Aku menetap di sana. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai Nabi dan masih menetap di Makkah dalam jangka waktu tertentu dan aku tidak mendapatkan informasi tentang beliau karena kesibukanku berstatus sebagai budak. Tidak lama setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah.

[SALMAN MENDENGAR TEMPAT HIJRAH NABI]

Demi Allah, aku berada di atas pohon kurma mengerjakan beberapa pekerjaan untuk tuanku, sedang tuanku duduk di bawahku. Tiba-tiba saudara misan tuanku datang dan berdiri di depannya sembari berkata: Hai Fulan semoga Allah membunuh Bani Qailah. Demi Allah, sesungguhnya mereka sekarang berkumpul di Quba’ untuk menyambut kedatangan seorang laki-laki dari Makkah, dan mereka mengklaim bahwa orang tersebut adalah Nabi. Ketika aku mendengar ucapan saudara misan tuanku, aku menggigil seolah-olah aku jatuh mengenai tuanku. Kemudia aku turun dari atas pohon kurma dan bertanya kepada saudara misan tuanku, apa yang engkau katakan tadi? Tuanku marah kepadaku dan menamparku dengan sangat marah mendengar pertanyaanku, sembari berkata: Apa urusanmu dengan persoalan ini? Pergi sana dan bereskan pekerjaanmu! Aku berkata: tidak apa-apa, aku hanya kepingin tahu ucapannya.

[SALMAN MENCARI TANDA-TANDA KENABIAN PADA RASULULLAH]

Aku mempunyai sesuatu yang telah aku siapkan. Pada sore hari, aku mengambilnya kemudian pergi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di Quba’. Aku masuk menemui beliau dan berkata kepadanya: Aku mendapat informasi bahwa engkau orang yang sholih. Engkau mempunyai shahabat-shahabat, terasing dan memerlukan bantuan. Ini sedekah dariku. Aku melihat kalian lebih berhak daripada orang lain. Aku serahkan sedekah tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau berkata kepada shahabat-shahabatny a: "Makanlah" beliau menahan mulutnya dan tidak memakan sedikitpun dari sedekahku. Aku berkata dalam hati, ini tanda pertama, kemudian aku minta pamit dari hadapan Rasulullah. Setelah itu ku mengumpulkan sesuatu yang lain, sementara Rasulullah shallallahu ;alaihi wa sallam sudah pindah ke Madinah. Aku datang kepada beliau dan berkata kepadanya: sungguh aku melihatmu tidak memakan harta sedekah. Ini hadiah khusus aku berikan kepadamu. Maka Rasulullah memakan hadiah dariku dan memerintahkan shahabat-shahabatny a ikut makan bersamanya. Aku berkata dalam hati ini tanda yang kedua.

[SALMAN MASUK ISLAM]

Setelah itu aku mendatangi Rasulullah di Baqi’ Al-Gharqad yang ketika itu sedang mengantar jenazah salah seorang dari shahabatnya. Aku sudah mengetahui dua tanda pada beliau. Beliau sedang duduk di antara shahabat-shahabatny a, kemudian aku mengucapkan salam kepada beliau. Setelah itu aku berada di belakang beliau, karena ingin melihat punggung beliau, apakah aku bisa melihat cap kenabian yang dijelaskan shahabatku? Ketika Rasulullah melihatku berada di belakangnya, beliau mengetahui bahwa aku mencari sifat yang pernah dijelaskan shahabatku. Beliau membuka kain dari punggungnya, maka pada saat itulah aku melihat cap kenabian pada beliau. Kemudian aku balik ke depan beliau dan menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: Baliklah, aku berbalik arah dan duduk di depan beliau, aku ceritakan semua kisah tentang diriku kepada beliau sebagaimana aku ceritakan kisahku ini kepadamu, hai Ibnu Abbas! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin kisahku ini didengar pula oleh shahabat-shahabatny a. Setelah itu aku sibuk karena berstatus budak, hingga tidak bisa ikut perang Badar dan perang Uhud bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[SALMAN MENJADI ORANG MERDEKA]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: Bebaskanlah dirimu dengan membayar sejumlah uang, hai Salman! Kemudian aku memerdekakan diriku dari tuanku dengan membayar tiga ratus pohon kurma yang aku tanam untuk tuanku dan emas empat puluh ons. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru shahabat-shahabatny a: Bantulah saudara kalian ini! Shahabat-shahabat Rasulullah memberi bantuan anak pohon kurma kepadaku. Ada shahabat yang memberiku dengan tiga puluh anak pohon kurma. Dan ada shahabat yang memberiku lima belas anak pohon kurma, dan ada shahabat yang memberiku sepuluh anak pohon kurma, setiap orang membantu sesuai dengan kemampuannya, hingga akhirnya terkumpul tiga ratus pohon kurma. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: "Pergilah hai Salman, dan galilah lubang untuk anak-anak pohon kurma ini! Jika engkau telah selesai menggalinya, datanglah kepadaku, agar aku sendiri yang akan meletakannya dengan tanganku sendiri ke dalam lubangnya.

Kemudian aku menggali lubang untuk anak-anak pohon kurma tersebut dengan dibantu shahabat-shahabatku . Ketika aku telah selesai menggalinya, aku menghadap kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan kepada beliau bahwa aku telah selesai membuat lubang. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi bersamaku ke lubang-lubang tersebut. Kami berikan anak pohon kurma kepada beliau dan diletakannya ke dalam lubang tersebut. Demi Dzat yang jiwa Salman berada di Tangan-Nya, tidak ada satu anak pohon kurma pun yang mati. Aku pelihara pohon-pohon kurma tersebut dan aku mempunyai sedikit harta. Tidak lama setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dengan membawa emas sebesar telur ayam dari salah satu lokasi pertambangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘"Ambil emas ini dan bayarlah hutangmu dengannya!" Aku berkata: Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bagaimana emas ini bisa menutupi hutangku? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Ambillah emas ini karena Allah akan menutup hutangmu dengannya!" [2] Demi Dzat yang jiwa Salman berada di tangan-Nya, ternyata berat emas tersebut pas empat puluh ons. Kemudian aku bayar hutangku pada tuanku dengan emas tersebut. Setelah itu aku menjadi orang merdeka. Aku bisa ikut perang Khandaq bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang merdeka dan sesudah perang itu akan tidak pernah melewatkan satu peperanganpun [3].

KEZUHUDAN SALMAN ALFARISY

Abu Nu’aim mengeluarkan dari Athiyah bin Amir, dia berkata, "Aku pernah melihat Salman Al-Farisy radhiyallhu ‘anhu menolak makanan yang disuguhkan kepadanya, lalu dia berkata, "Tidak, tidak. Karena aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata: ‘Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia akan lebih lama laparnya di akhirat. Wahai Salman, dunia ini hanyalah penjara orang Mukmin dan surga orang kafir". [4]

PELAJARAN DARI KISAH SALMAN AL-FARISY

Diantara pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Salman Al-Farisy adalah:

ﺀ Pada kisah Salman tersebut menunjukan bahwa yang namanya hidayah adalah urusannya Allah, Allah akan berikan kepada orang yang Dia kehendaki, sebagaimana Salman, beliau berniat ingin melaksakan perintah bapaknya untuk pergi bekerja ke ladang, sebagai salah satu wujud dari berbakti kepada bapaknya, namun di tengah perjalanan ia mendapati suatu kaum yang beribadah di dalam gereja, sehingga pada akhirnya ia mendapatkan hidayah dari Allah ‘azza wa jalla. Dan datangnya hidayah pada seseorang itu adakalanya dengan cara mencari dengan kesungguhan untuk mendapatkannya dan terkadang dengan tiba-tiba seseorang mendapatkan hidayah (tanpa dengan upaya untuk mencarinya), sekadar contoh masuk Islamnya Umar Ibnul Khoththob dengan tiba-tiba beliau masuk Islam.

Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz Abdullah bin Bazz berkata dalam ta’liqat Kitab Fathul Majiid: "Hidayah diberikan kepada penerima petunjuk pada hatinya dengan mengubahnya dari kesesatan, kekufuran dan kefasikan, untuk menuju kepada petunjuk, keimanan, ketaatan dan meluruskannya pada jalan Allah dan mengokohkannya. Petunjuk ini khusus pada Allah Ta’ala, karena Dialah yang Maha Kuasa membolak-balikan hati dan mengubahnya serta menunjukan dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang dikehendaki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk."

ﺀ Saudaraku –hadanallahu wa iyyakum- perhatikanlah perkataan bapak Salman: "Anakku tidak ada kebaikan pada agama-agama selain agama kita". Ini menunjukan bukti konkrit bahwa tidaklah ada suatu kelompok yang sesat sekalipun untuk mengaku jika ia berada dalam kesesatan, bahkan ia akan merasa di atas petunjuk dan kebenaran. Maka jangan kita tertipu! Kita adalah para pemuda yang sudah sampai pada jenjang-jenjang kedewasaan berfikir, maka konsentrasikan fikiran dan berupayalah untuk lebih jeli dan teliti dalam memilih dan memilah terhadap sesuatu perkara atau ketika kita akan membuat keputusan, dan ini peringatan bagi kita. Wallahul mustaan!

ﺀ Saudaraku seperjuangan –hayyakumullah- lihatlah sikap dan tindak tanduknya Salman ketika tiba di Syam, beliau langsung bertanya, siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya? Ini menunjukkan kecerdasan beliau, beliau benar-benar memahami akan pentingnya ilmu. Asy-Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr berkata: "Ilmu merupakan pokok pangkal segala kebaikan. Sedangkan kejahilan merupakan pokok pangkal segala kejelekan. Cinta kepada kezhaliman, permusuhan, melakukan kekejian dan melanggar larangan-larangan, sebabnya yang pertama adalah kejahilan serta rusaknya ilmu atau rusaknya niat. Dan rusaknya niat disebabkan karena rusaknya ilmu. Kejahilan dan rusaknya ilmu merupakan sebab pertama dalam kerusakan amal dan berkurangnya iman. [5]

Beliau juga menjelaskan: "Jahil tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah penyakit yang berbahaya dan membinasakan yang akan menggiring pemiliknya menuju kecelakaan dan adzab yang besar. Barangsiapa yang penyakit ini mengakar pada dirinya dan menguasainya, jangan engkau bertanya tentang kebinasaannya (yakni pasti akan binasa). Dia akan berkubang dalam kemaksiatan dan dosa, terjungkir balik dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lurus, pasrah dalam seruan syubhat dan syahwat. Kecuali bila dia dijemput oleh rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan siraman hati dan cahaya penglihatan. Itulah kunci kebaikan, yaitu ilmu yang bermanfaat yang akan membuahkan amal shalih. Sebab, tidak ada obat terhadap penyakit itu melainkan ilmu. Dan seseorang tidak akan terlepas dari penyakit ini melainkan bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepadanya ilmu yang bermanfaat dan memberikan bimbingan kepadanya. Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan kebaikan kepadanya, Dia akan mengajarkannya ilmu yang bermanfaat dan memberikan kedalaman tentang agama serta memperlihatkan kepadanya segala yang akan menjadikan dia bahagia dan bergembira, kemudian dia keluar dari kubangan kejahilan. Dan kapan saja Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menginginkan kebaikan untuknya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menetapkan dia di atas kejahilan. Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah kita meminta agar Dia menyirami hati kita dengan ilmu dan iman, serta melindungi kita dari kejahilan dan permusuhan." [6]

Lihatlah apa yang menyebabkan bapaknya Salman menolak kebenaran dan bahkan tidak ridho kalau Salman mengikuti Agama Nabiullah Isa –‘alaihi salam-, ini menunjukan ketidak tahuannya terhadap kebenaran dan ia bodoh terhadap kebenaran, sungguh benar perkataan Ibnul Qayyim rahimahullahu: "Sebab tertolaknya kebenaran banyak sekali. Di antaranya adalah kejahilan, dan inilah sebab yang mendominasi pada kebanyakan orang. Karena barangsiapa jahil terhadap sesuatu niscaya dia akan menentangnya dan menentang pemeluknya." [7].

Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: "Sesungguhnya seseorang melakukan penyelisihan karena sedikitnya pengetahuan mereka tentang segala apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam." [8]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: "Kebenaran banyak hilang di tengah orang-orang yang jahil lagi ummi (tidak pandai membaca dan menulis)." [9]

Saudaraku seperjuangan! -Semoga Allah menjaga kita- lihatlah apa yang diwasiatkan oleh para Uskup kepada Salman? Mereka semua memberikan wasiat untuk berkumpul dan berteman dengan orang-orang yang Sholih, dan telah kita maklumi bahwa seseorang itu tergantung agama temannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata: "(Agama) seseorang tergantung dari agama temannya, maka perhatikanlah kepada engkau temanmu." [10].

Ibnu Mas’ud berkata: "Nilailah seseorang itu dengan siapa ia berteman karena seorang Muslim akan mengikuti Muslim yang lain dan seorang fajir akan mengikuti orang fajir yang lainnya." [11] Dan ia juga berkata: "Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan orang yang dicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya." [12]. Beliau melanjutkan: "Nilailah seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnya seseorang tidak akan berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (karena seperti dia)." [13].

Yahya bin Abi Katsir mengatakan, Nabi Sulaiman bin Daud Alaihis Salam bersabda: "Jangan menetapkan penilaian terhadap seseorang sampai kamu memperhatikan siapa yang menjadi temannya." [14]

Qatadah berkata: "Sesungguhnya kami, demi Allah belum pernah melihat seseorang menjadikan teman buat dirinya kecuali yang memang menyerupai dia maka bertemanlah dengan orang-orang yang shalih dari hamba-hamba Allah agar kamu digolongkan dengan mereka atau menjadi seperti mereka." [15].

BERPIKIRLAH SEJENAK!

Setelah kita mengetahui kisah Salman Al-Farisy, mari kita mencoba merenungi dan meresapi kisah tersebut, bukankah Salman Al-Farisy adalah seorang anak yang paling disayangi oleh bapaknya, namun karena panggilan kebenaran beliau –radhiyallahu ‘anhu- lebih memilih untuk hidup bersama Uskup, hingga penderitaan demi penderitaan, kepedihan demi kepedihan beliau rasakan, dan bahkan ketika beliau mencari kebenaran beliau mendapatkan resiko yang sangat besar, hingga akhirnya beliau pun menjadi budak yang diperjual belikan. Apakah dengan ujian dan hambatan yang beliau dapati mengakibatkan beliau loyo dan patah semangat? Demi Allah beliau adalah orang paling penyabar dan kokoh keimanannya. Mampukah kita seperti beliau? Sudikah kita meninggalkan perkara-perkara mubah atau bahkan perkara haram karena menyambut panggilan kebenaran?

Wahai saudaraku seperjuangan! Ingatlah perjuangan belum berakhir! Badai dan gelombang fitnah akan terus menghadai, maka dengan apa dan persiapan apa kita akan menghadapinya? Tidakkah kita mau berfikir dan mengambil pelajaran dari umat-umat yang telah mendahului kita?

Saudaraku ingatlah usia semakin hari semakin berkurang! Apakah setiap usia yang kita luput darinya terdapat simpanan kebaikan? Ataukah bahkan usia yang kita sia-siakan tersebut memberi pengaruh jelek kepada kita? Ingatlah waktu dan perjuangan belum berakhir! Kapan lagi kita untuk bersegera kepada ampunan Rabb kita, kalau bukan mulai sekarang. Wabillahit taufiq!

Semoga upaya yang kami lakukan ini ikhlas semata-mata karena mengharapkan wajah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabiullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keluarga dan para shahabatnya.

Footnote:
[1] Kisah dikeluarkan oleh Ibnu Ishaq, ia berkata bahwa Ashim Ibnu Umar bin Qatadah Al-Anshary berkata kepadaku dari Mahmud bin Labib dari Abdullah bin Abbas.
[2] Dalam suatu riwayat Salman berkata: Ketika aku berkata kepada: Wahai Rasulullah, bagaimana emas ini bisa menutupi hutangku? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memungut emas tersebut dan membolak-balikannya di depan mulut beliau. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: "Ambillah emas ini, hai Salman dan bayar hutangmu pada tuanmu dengan emas ini! Emas tersebut aku ambil, lalu aku bayar hutangku pada tuanku secara penuh, empat puluh ons.
[3] Lihat Sirah Nabawy karya Ibnu Hisyam.
[4] Lihat Al-Hilyah, 1/198, Bagian terakhir dari hadits di atas, "Dunia ini hanyalah penjara orang Mukmin", merupakan riwayat Muslim.
[5] Asbab Ziyadatil Iman hal. 62
[6] Asbab Ziyadatil Iman hal. 64
[7] Hidayatul Hayara fi Ajwibati Al-Yahudi wan Nashara hal. 18
[8] I’lamul Muwaqqi’in, 1/44
[9] Majmu’ Fatawa 25/129
[10] Hadits dari Abu Hurairah radhiyallhu ‘anhu, lihat As-Shahihah 927
[11] Al Ibanah 2/477 nomor 502 dan Syarhus Sunnah Al Baghawi 13/70
[12] Al Ibanah 2/476 nomor 499
[13] Al Ibanah 2/477 nomor 501
[14] Al Ibanah 2/480 nomor 514

Sumber: Darussalaf.or. id

Mau Tukar Link? Copy/paste code HTML berikut ke blog anda.

Kisah Sahabat

Silahkan tambahkan sendiri Link Banner para sobat dengan cara menulis alamat URL site dan alamat URL banner ke dalam kolom di bawah ini.
Powered By Blogger

Pengikut

FEEDJIT Live Traffic Feed

  © Blogger template 'Isfahan' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP