Minggu, 17 Januari 2010

Wasiat Umar radhiallahuanhu kepada Khalifah Sesudahnya

Ibnu Abi Syaibah, Abu Ubaidah, An-Nasa'y, Abu Ya'la, Al-Baihaqy dan Ibnu Hibban mentakhrij dari Umar bin Al-Khaththab ra., dia berkata,

"Aku berwasiat kepada khalifah sesudahku agar mengetahui hak orang-orang Muhajirin golongan yang pertama dan agar menjaga kehormatan mereka. Aku juga berwasiat kepadanya untuk memperhatikan orang-orang Anshar yang telah menyediakan tempat tinggal dan beriman sejak sebelum kedatangan orang-orang Muhajirin, hendaklah dia menerima kebaikan mereka dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.

Aku juga berwasiat kepadanya untuk berbuat baik kepada penduduk berbagai kota, karena mereka merupakan penolong bagi Islam, penyokong dana dan penghadang musuh. Janganlah dia mengambil harta pun dari mereka kecuali harta yang berlebih dan menurut kerelaan mereka. Aku juga berwasiat agar dia berbuat baik kepada orang-orang badui, karena mereka merupakan asal mula bangsa Arab dan sumber Islam. Dia harus mengambil shadaqah dari orang-orang yang kaya dan membagikannya kepada orang-orang yang miskin.

Aku juga berwasiat kepadanya agar memenuhi hak Ahli Dzhimmi seperti yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, sesuai dengan perjanjian dengan mereka. Dia boleh memerangi orang-orang selain mereka, dan tidak membebankan kepada mereka kecuali menurut kesanggupan mereka."

Begitulah yang disebutkan di dalam Al-Muntakhab, 4:439.

Selasa, 12 Januari 2010

Kisah Perang Badar

Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari.

Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil (termasuk 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW,

"Ya Rasulullah (SAW)!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa (AS), 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di sini'( Dalam surah Al-Maidah). Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !".

Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya Rasulullah (SAW) mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW menyetujuinya. S'ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata,

"Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu... Demi ALlah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang akan tertinggal di belakang... Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka Majulah bersama-sama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam keberkahan Allah".

Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, "Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya (khafilah dagang atau perang), dan demi Allah, seolah olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah". Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar (tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah). Seorang sahabat bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, " Apakah ALlah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya strategi perang hasil keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi perang dan keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah SAW agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraish dari mendapatkan air. Rasulullah SAW menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya [*]. Kemudian Sa'ad bin Muadh mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya.

Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah walaupun beliau SAWmengetahui bahwa Allah ta'ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri kepada Allah ta'ala dengan ibadah yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang dikenal sebagai 'ainul yaqiin.

Kisah Perang Mautah

Rasulullah Shallallaahu 'alayhi wa sallam biasa mengirim surat kepada para raja untuk berdakwah dan bertabligh kepada mereka. Salah satu surat beliau telah dibawa oleh Harits bin Umair ra. yang akan diberikan kepada Raja Bushra. Ketika sampai di Mautah, maka Syarahbil Ghassani yang ketika itu menjadi salah seorang hakim kaisar telah membunuh utusan Rasulullah SAW. Membunuh utusan, menurut aturan siapa saja, adalah suatu kesalahan besar. Rasulullah SAW sangat marah atas kejadian itu. Maka Rasulullah SAW menyiapkan pasukan sebanyak tiga ribu orang. Zaid bin Haritsah ra. telah dipilih menjadi peniimpin pasukan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, "Jika ia mati syahid dalam peperangan, maka Ja'far bin Abi Thalib ra. menggantinya sebagai pemimpin pasukan. Jika ia juga mati syahid, maka penlimpin pasukan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah ra. Jika ia juga mati syahid, maka terserah kaum muslim untuk memilih siapa pemimpinnya".

Seorang Yahudi, ketika mendengar perkataan ini berkata, "Ketiga orang sahabat yang telah ditunjuk sebagai amir tersebut pasti akan mati. Anbiya AS. pun, dahulu telah mengucapkan kata-kata yang demikian". Kemudian Rasulullah SAW memberikan bendera berwarna putih epada Zaid bin Haritsah ra. Beliau sendiri ikut mengantar rombongan untuk melepas mereka. Di luar kota, ketika orang-orang yang mengantarkan pasukan tersebut akan kembali, maka beliau berdoa untuk para mujahidin ini dengan doa keselamatan, kejayaan, dan agar mereka dijauhkan dari semua perkara yang buruk sampai mereka kembali.

Do'a Rasulullah SAW ini dijawab oleh Abdullah bin Rawahah ra. dengan membaca tiga bait syair yang maksudnya:

Engkau meminta ampunan dari Tuhanmu.
Sedangkan kami menginginkan pedang yang akan memutuskan pembuluh-pembuluh darah atau tombak yang akan menusuk lambung dan hatiku
Jika nanti, orang-orang melewati kuburan kami, mereka akan berkata:
Inilah orang-orang yang telah berjuang untuk Allah. Sungguh, kalian betul-betul telah mendapat petunjuk dan kejayaan

Setelah itu, berangkatlah pasukan tersebut. Syarahbil pun telah mendengar tentang keberangkatan pasukan ini. Dia telah menyiapkan pasukan sebanyak seratus ribu tentara untuk melawan kaum muslimin. Dalam pada itu, para sahabat r.ahum. juga telah mendengar kabar bahwa Heraclius, raja Romawi, juga telah mengirim seratus ribu tentaranya untuk ikut menyerang kaum muslimin. Maka dengan jumlah musuh yang demikian banyak tersebut membuat sebagian sahabat ra. menjadi ragu: meneruskan bertempur melawan musuh, ataukah memberitahukan kepada Rasulullah SAW. Abdullah bin Rawahah ra. berkata,

"Hai orang-orang. Apa yang kalian takuti?
Untuk apa kalian keluar meninggalkan Romawiah kalian?
Apakah kalian keluar ini bukan untuk mati syahid?
Kami adalah orang-orang yang tidak memperhitungkan kekuatan ataupun banyaknya orang dalam pertempuran.
Kami hanya berperang agar di suatu hari nanti, Allah s.wt. memuliakan kita.
Majulah. Setidaknya salah satu di antara dua kemenangan mesti kita dapatkan. Mati syahid, atau menang dalam pertempuran ini".

Mendengar kata-kata tersebut, semangat kaum muslimin pun bangkit kembali. Mereka terus maju sehingga sampailah pasukan tersebut di Mut'ah dan mulailah pertempuran berlangsung antara mereka dengan pasukan musuh. Dalam permulaan pertempuran, bendera dibawa oleh Zaid bin Haritsah ra. Dengan bendera di tangan, ia telah menyerang ke tengah Pertempuran. Mulailah berlangsung pertempuran. Ketika itu saudara Syarahbil telah terbunuh sedangkan kawan-kawannya melarikan diri. Syarahbil sendiri telah lari ke sebuah benteng dan bersembunyi di dalamnya. Kemudian Raja Heraclius mengirimkan bala bantuan lagi kurang lebih sebanyak dua ratus ribu orang tentara. Pertempuran berlangsung dengan begitu dahsyatnya. Akhirnya, Zaid ra. gugur syahid. Maka bendera kaum Muslimin segera diambil oleh Ja'far bin Abi Thalib ra., setelah itu ia memotong kaki kudanya agar tidak berpikiran lagi untuk kembali. Sambil menyerang musuh, ia membaca beberapa bait syair yang terjemahannya sebagai berikut:

Hai orang-orang, apakah tidak baik surga itu
Dan surga itu sudah dekat
Betapa indahnya ia
Dan betapa sejuknya air surga
Telah dekat masa siksa bagi raja Romawi
Dan saya mempunyai kewajiban untuk membunuhnya

Setelah membaca syair tersebut, dipotonglah kaki kudanya dengan tangannya sendiri. Agar hatinya tidak berpikir untuk kembali. la menghunus pedangnya dan terjun ke tengah pertempuran melawan orang-orang kafir tersebut. Karena ia adalah pimpinan pasukan, maka bendera itu tetap berada di tangannya. Pada mulanya, bendera tersebut dipegang dengan tangan kanannya. Tetapi salah seorang pasukan kafir telah memenggal tangan kanannya sehingga bendera pun terjatuh. Maka bendera tersebut segera diambil dengan tangan kirinya. Tetapi, orang kafir itu telah memotong kembali tangan kirinya. Maka ia segera mendekap bendera itu di dada dengan kedua lengannya yang masih tersisa dan digigitnya bendera itu dengan sekuat tenaga. Kemudian, seorang musuh dari arah belakang menebasnya dengan pedang sehingga tubuhnya terpotong menjadi dua. Ia pun roboh ke tanah, dan gugur dalam keadaan syahid. Pada saat itu, Ja'far bin Abi Thalib ra. baru berumur tiga puluh tiga tahun.

Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa setelah Jafar ra. menjadi mayat, ketika mayat tersebut diangkat, di bagian muka tubuhnya terdapat sembilan puluh buah luka. Ketika Ja'far bin Abi Thalib ra. telah mati syahid, maka orang-orang memanggil Abdullah bin Rawahah ra. Ketika itu, ia sedang berada di sebuah sudut dengan beberapa tentara muslimin, sedang memakan sepotong daging karena sudah tiga hari lamanya mereka tidak makan sesuatu pun. Mendengar suara yang memanggilnya, maka dilemparkanlah sisa daging itu. Ia berkata memarahi dirinya sendiri,

"Hai lihatlah, Ja'far telah syahid, sedangkan kamu masih sibuk dengan keduniaanmu".

Maka ia segera maju menyerang ke depan dan mengambil bendera kaum muslimin. Tetapi, jari tangannya telah terluka berlumuran darah dan terkulai hampir putus. Kemudian jari itu diinjak dengan kakinya sendiri lalu ditarik tangannya sehingga terpotonglah jarinya tersebut. Kemudian, jari yang sudah terputus itu ia lemparkan, kemudian ia maju kembali ke medan pertempuran. Dalam keadaan susah dan payah seperti ini, ia merasa sedikit ragu di dalam hatinya karena hampir tidak ada semangat dan kekuataan lagi untuk berperang. Tetapi, keraguan tersebut hanya terlintas sebentar saja dalam hatinya. Ia segera berkata pada dirinya sendiri,

"Wahai hati, apa yang masih kamu ragukan, apa yang menyebabkan kamu ragu-ragu? Istrikah? Ia sudah saya talak tiga. Atau hamba sahaya yang kamu miliki? Semuanya telah saya merdekakan. Ataukah kebun? Itu pun telah saya korbankan di jalan Allah".

Setelah itu, ia membaca syair berikut:

"Wahai hati, kamu harus turun Meskipun dengan senang hati, ataupun dengan berat hati Kamu telah hidup dengan ketenangan beberapa lama. Berpikirlah, pada hakikatnya, kamu berasal dari setetes air mani Lihatlah orang-orang kafir telah menyerang orang-orang Islam Apakah kamu tidak menyukai surga jika kamu tidak mati sekarang suatu saat nanti, akhirnya kamu akan mati juga".

Setelah itu, ia turun dari kudanya. Seorang sepupunya, yaitu anak pamannya, telah memberi sekerat daging kepadanya sambil berkata, "Makanlah ini untuk meluruskan tulang punggungmu." Karena sudah berhari-hari ia tidak makan, maka daging tersebut diterimanya. Baru saja ia mengambil daging tersebut, terdengarlah suara kekalahan. Akhirnya, dilemparkanlah daging tersebut. Ia segera mengambil pedangnya dan menyerbu ke kancah pertempuran melawan orang-orang kafir. Ia terus bertempur hingga mati syahid.

Senin, 11 Januari 2010

Usamah ra. sebagai Panglima

Ibnu Asakir telah memberitakan dari Az-Zuhri dari Urwah dari Usamah bin Zaid ra. bahwa Rasulullah SAW memerintahkannya untuk menyerang suku kaum Ubna pada waktu pagi dan membakar perkampungannya. Maka Rasulullah SAW berkata kepada Usamah: "Berangkatlah dengan nama Allah!". Kemudian Rasulullah SAW keluar membawa bendera perangnya dan diserahkannya ke tangan Buraidah bin Al-Hashib Al-Aslami ra. untuk dibawa ke rumah Usamah ra. Beliau juga memerintahkan Usamah untuk membuat markasnya di Jaraf di luar Madinah sementara kaum Mukmin membuat persiapan untuk keluar berjihad. Maka Usamah ra. mendirikan kemahnya di suatu tempat berdekatan dengan Siqayat Sulaiman sekarang ini. Maka mulailah orang berdatangan dan berkumpul di tempat itu. Siapa yang sudah selesai kerjanya segera datang ke perkemahan itu, dan siapa yang masih ada urusan diselesaikan urusannya terlebih dahulu.

Tiada seorang pun dari kaum Muhajirin yang unggul, melainkan dia ikut dalam pasukan jihad ini, termasuk Umar bin Al-Khatthab, Abu Ubaidah, Sa'ad bin Abu Waqqash, Abul A'war Said bin Zaid bin Amru bin Nufail radiallahuanhum dan banyak lagi para pemuka Muhajirin yang ikut serta. Dari kaum Anshar pun di antaranya Qatadah bin An-Nu'man dan Salamah bin Aslam bin Huraisy ra.huma dan lain-lain. Ada di antara kaum Muhajirin yang kurang setuju dengan pimpinan Usamah ra. itu, karena usianya masih terlalu muda (18 tahun). Di antara orang yang banyak mengkritiknya ialah Aiyasy bin Abu Rabi'ah ra. dia berkata: "Bagaimana Rasuluilah mengangkat anak muda yang belum berpengalaman ini, padahal banyak lagi pemuka-pemuka kaum Muhajirin yang pernah memimpin perang". karena itulah banyak desas-desus yang memperkecilkan kepemimpinan Usamah ra. Umar bin Al-Khatthab ra. menolak pendapat tersebut serta menjawab keraguan orang ramai. Kemudian dia menemui Rasulullah SAW serta memberitahu tentang apa yang dikatakan orang ramai tentang Usamah. Beliau SAW sangat marah, lalu memakai sorbannya dan keluar ke masjid. Bila orang ramai sudah berkumpul di situ, beliau naik mimbar, memuji-muji Allah dan mensyukurinya, lalu berkata: "Amma ba'du! Wahai sekalian manusia! Ada pembicaraan yang sampai kepadaku mengenai pengangkatan Usamah? Demi Allah, jika kamu telah menuduhku terhadap pengangkatanku terhadap Usamah, maka sebenarnya kamu juga dahulu telah menuduhku terhadap pengangkatanku terhadap ayahnya, yakni Zaid. Demi Allah, si Zaid itu memang layak menjadi panglima perang dan puteranya si Usamah juga layak menjadi panglima perang setelahnya. Kalau ayahnya si Zaid itu sungguh sangat aku kasihi, maka puteranya juga si Usamah sangat aku kasihi. Dan kedua orang ini adalah orang yang baik, maka hendaklah kamu memandang baik terhadap keduanya, karena mereka juga adalah di antara sebaik-baik manusia di antara kamu!".

Sesudah itu, beliau turun dari atas mimbar dan masuk ke dalam rumahnya, pada hari Sabtu, 10 Rabi'ul-awal. Kemudian berdatanganlah kaum Muhajirin yang hendak berangkat bersama-sama pasukan Usamah itu kepada Rasulullah SAW untuk mengucapkan selamat tinggal, di antaranya Umar bin Al-khatthab ra. dan Rasulullah SAW terus mengatakan kepada mereka: "Biarkan segera Usamah berangkat! Seketika itu pula Ummi Aiman ra. (yaitu ibu Usamah) mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata: "Wahai Rasulullah! Bukankah lebih baik, jika engkau biarkan Usamah menunggu sebentar di perkemahannya, sehingga engkau merasa sehat, karena, jika Usamah ra. berangkat juga dalam keadaan seperti ini, tentulah dia akan merasa bimbang dalam perjalanannya!". Tetapi Rasulullah SAW tetap mengatakan: "Biarkan segera Usamah berangkat!".

Orang ramai sudah berkumpul di perkemahan pasukan Usamah itu, dan mereka menginap di situ pada malam minggu itu. Usamah datang lagi kepada Rasulullah SAW pada hari Ahad dan Beliau SAW terlalu berat sakitnya, sehingga mereka memberikannya obat. Usamah menemui Beliau sedang kedua matanya mengalirkan air mata. Ketika itu Al-Abbas berada di situ, dan di sekeliling Beliau ada beberapa orang kaum wanita dari kaum keluarganya. Usamah menundukkan kepalanya dan mencium Rasulullah SAW sedang Beliau tidak berkata apa-apa, selain mengangkat kedua belah tangannya ke arah langit serta mengusapkannya kepada Usamah. Berkata Usamah: "Aku tahu bahwa Rasulullah SAW mendoakan keberhasilanku. Aku kemudian kembah ke markas pasukanku". "Pada besok harinya, yaitu hari Senin, aku menggerakkan pasukanku sehingga kesemuanya telah siap untuk berangkat. Aku mendapat berita bahwa Rasulullah SAW telah segar sedikit, maka aku pun datang sekali lagi kepadanya untuk mengucapkan selamat tinggal, kata Usamah". Beliau berkata kepadaku: "Usamah! Berangkatlah segera dengan diliputi keberkatan dari Allah!". Aku lihat isteri-isterinya cerah wajah mereka karena gembira melihat beliau sedikit segar pada hari itu. Kemudian datang pula Abu Bakar ra. dengan wajah yang gembira, seraya berkata:"Wahai Rasulullah! Engkau terlihat lebih segar hari ini, Alhamduillah. Hari ini hari pelangsungan pernikahan puteri Kharijah, izinkanlah aku pergi". Maka Rasulullah SAW mengizinkannya pergi ke Sunh (sebuah perkampungan di luar kota Madinah), Usamah ra. pun kembali kepada pasukannya yang sedang menunggu penntahnya untuk bergerak, dan dia telah memerintahkan siapa yang masih belum berkumpul di markasnya supaya segera datang karena sudah tiba waktunya untuk bergerak.

Belum jauh pasukan itu meninggalkan Jaraf, tempat markas perkemahannya, datanglah utusan dari Ummi Aiman memberitahukan bahwa Rasulullah SAW telah kembali ke rahmatullah. Usamah segera memberhentikan pergerakan pasukan itu, dan segera menuju ke kota Madinah bersama-sama dengan Umar ra. dan Abu Ubaidah ra. ke rumah Rasulullah SAW dan mereka mendapati beliau telah meninggal dunia. Beliau wafat ketika matahari tenggelam pada hari Senin malam 12 Rabi'ul-awal. Kaum Muslimin yang bermarkas di Jaraf tidak jadi berangkat ke medan perang, lalu kembali ke Madinah. Buraidah bin Al-Hashib yang membawa bendera Usamah, lalu menancapkannya di pintu rumah Rasulullah SAW. Sesudah Abu Bakar ra. diangkat menjadi Khalifah Rasulullah SAW dia telah menyuruh Buraidah ra. mengambil bendera perang itu dan menyerahkan kepada Usamah, dan supaya tidak dilipat sehingga Usamah memimpin pasukannya berangkat ke medan perang Syam. Berkata pula Buraidah: "Aku pun membawa bendera itu ke rumah Usamah , dan pasukan itu pun bergerak menuju ke Syam". Setelah selesai tugas kami di Syam, kami kembali ke Madinah dan bendera itu terus saya tancapkan di rumah Usamah sehingga Usamah meninggal dunia.

Apabila berita wafatnya Rasulullah SAW sampai kepada kaum Arab, sebagian mereka telah murtad keluar dari agama Islam. Abu Bakar ra. memanggil Usamah lalu menyuruhnya supaya menyiapkan diri untuk berangkat memerangi bangsa Romawi sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW sebelum wafatnya dahulu. pasukan Islam mulai berkumpul lagi di Jaraf di perkemahan mereka dulu. Buraidah ra. yang diamanahkan untuk memegang bendera perang telah berada di markasnya di sana. Tetapi para pemuka kaum Muhajirin yang terutama, seperti Umar, Usman, Abu Ubaidah, Sa'ad bin Abu Waqqash, Said bin Zaid dan lainnya mereka telah datang kepada Khalifah Abu Bakar ra. seraya berkata: "wahai Khalifah Rasulullah! Sesungguhnya kaum Arab sudah mula memberontak, dan adalah tidak wajar engkau akan membiarkan pasukan Islam ini meninggalkan kami pada masa ini. Bagaimana kalau engkau pecahkan pasukan ini menjadi dua. Yang satu untuk engkau kirimkan kepada kaum Arab yang murtad itu untuk mengembalikan mereka kepada Islam, dan yang lain engkau pertahankan di Madinah untuk menjaganya, siapa tahu kalau-kalau ada yang datang untuk menyerang kita dari mereka itu. Kalau tidak, maka yang tinggal di sini hanya anak-anak kecil dan wanita saja, bagaimana mereka dapat mempertahankannya? Seandainya engkau menangguhkan memerangi kaum Romawi itu, sehingga keadaan kita dalam negeri aman, dan kaum Arab yang murtad itu kembali ke pangkuan kita, ataupun kita kalahkan mereka terlebih dahulu, kemudian kita mengirim pasukan kita untuk memerangi bangsa Romawi itu, bukankah itu lebih baik?! Kita pun tidak merasa bimbang dari bangsa Romawi itu untuk datang menyerang kita pada masa ini!. Abu Bakar ra. hanya mendengar bermacam-macam pandangan dari para pemuka Muhajirin itu.

Setelah selesai mereka berkata, maka Abu Bakar ra. bertanya lagi: Adakah yang mau memberikan pendapatnya lagi, atau kamu semua telah memberikan pendapat kamu?! jawab mereka: "Kami sudah berikan apa yang harus kami sampaikan!". "Baiklah, kalau begitu. Saya telah dengar semua apa yang hendak kamu katakan itu", ujar Abu Bakar. Demi jiwaku yang berada di tangannya! Kalau aku tahu bahwa aku akan dimakan binatang buas sekalipun, niscaya aku tetap akan mengutus pasukan ini ke tujuannya, dan aku yakin bahwa dia akan kembali dengan selamat. Betapa tidak, sedang Rasulullah SAW yang telah diberikan wahyu dari langit telah berkata: "Berangkatkan segera pasukan Usamah". Tetapi ada suatu hal yang akan aku beritahukan kepada Usamah sebagai panglima pasukan itu. Aku minta darinya supaya memembiarkan Umar tetap tinggal di Madinah untuk membantuku di sini, karena aku sangat perlu kepada bantuannya. Demi Allah, aku tidak tahu apakah Usamah setuju atau tidak. Demi Allah, jika dia enggan membenarkan sekalipun, aku tidak akan memaksanya! Kini tahulah para pemuka Muhajirin itu, bahwa khalifah mereka yang baru itu telah berazam sepenuhnya untuk mengirim pasukan Islam, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW sebelumnya.

Abu Bakar ra. lalu pergi ke rumah Usamah ra., dan memintanya agar membiarkan Umar ra. tinggal di Madinah untuk membantunya. Usamah ra. setuju. Untuk meyakinkan dirinya, maka Abu Bakar ra. berkata lagi: "Benar engkau mengizinkannya dengan hati yang rela?" Jawab Usamah: "ya!". Khalifah Abu Bakar ra. lalu mengeluarkan perintah supaya tidak ada seorang pun mengelakkan dirinya dari menyertai pasukan Usamah itu sesuai dengan perintah Rasulullah SAW sebelum wafatnya. Dia berkata lagi: "Siapa saja yang melewatkan dirinya untuk keluar, niscaya aku akan menyuruhnya mengejar pasukan itu dengan berjalan kaki". Kemudian Abu Bakar ra. memanggil orang-orang yang pernah mengecil-ngecilkan pengangkatan Usamah sebagai panglima perang, dan memarahi mereka serta menyuruh mereka ikut keluar bersama-sama pasukan itu, sehingga tiada seoran pun yang berani memisahkan dirinya. Apabila pasukan itu sudah mulai bergerak, Abu Bakar ra. datang untuk mengucapkan selamat berangkat kepada mereka. Usamah mendahului para sahabatnya dari Jaraf, dan mereka kurang lebih 3,000 orang, di antaranya ada 1,000 orang yang menunggang kuda. Abu Bakar ra. berjalan kaki di sisi Usamah ra. untuk mengucapkan selamat jalan kepadanya: "Aku serahkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan kesudahan amalmu! Sesungguhnya Rasulullah SAW sudah berpesan kepadamu, maka laksanakanlah segala pesannya itu, dan aku tidak ingin menambah apa-apa pun, tidak akan menyuruhmu apa pun atau melarangmu dari apa pun. Aku hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Rasuluflah SAW saja".

Usamah ra. dan pasukannya maju dengan cepat. Dia telah melalui beberapa negeri yang tetap mematuhi Madinah dan tidak keluar dari Islam, seperi Juhainah dan lainnya dari suku kaum Qudha'ah. Apabila dia tiba di Wadilqura, Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah, dikenal dengan nama Huraits. Dia maju meninggalkan pasukan itu, hingga tiba di LThna dan dia coba mendapatkan berita di sana, kemudian dia kembali secepatnya dan baru bertemu dengan pasukan Usamah sesudah berjalan selama dua malam dari Ubna itu. Huraits lalu memberitahu Usamah, bahwa rakyat di situ masih belum berbuat apa-apa. Mereka belum berkumpul untuk menentang pasukan yang mereka, dan mengusulkan supaya pasukan Usamah segera menggempur sebelum mereka dapat mengumpulkan pasukan.

Mau Tukar Link? Copy/paste code HTML berikut ke blog anda.

Kisah Sahabat

Silahkan tambahkan sendiri Link Banner para sobat dengan cara menulis alamat URL site dan alamat URL banner ke dalam kolom di bawah ini.
Powered By Blogger

Pengikut

FEEDJIT Live Traffic Feed

  © Blogger template 'Isfahan' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP